Artikel

Neurodigital dan Peta Kortikal Daring Sistem Pendidikan Nasional : Keberhasilan Dua Tahun Pemerintahan Jokowi – Ma’ruf Amin

Penulis: Suten Sumarten, Pemerhati Pendidikan PAUD Sumbawa

Neurodigital adalah pemikiran neurosains yang merujuk kepada kemampuan otak dan sistem syaraf yang dikombinasikan pada penguasaan informasi, teknologi dan digitalisasi. Menjadi tantangan bersama untuk mengatasi ketimpangan pembelajaran dengan memastikan bahwa seluruh siswa memiliki fasilitas akses ke sumber daya pembelajaran yang diperlukan tanpa kendala ekonomi atau tidak boleh ada satu siswa pun yang tertinggal.

Gagasan neurodigital yang pengaruhi psikologis dan biologis, pertama kali diusulkan pada tahun 2015 oleh Rusdianto dalam tulisannya “Interaksi Neurosains Pendidikan Islam dalam Membentuk Masyarakat Islam Sebenar-Benarnya” dalam item tulisannya jelaskan komunikasi atau interaksi sosial melalui pengunaan teknologi media digital. Meskipun gagasan tersebut diabaikan selama ini. istilah neurodigital sering disebut dalam berbagai tulisan Rusdianto pengajar Universitas Muhammadiyah Prof. Dr. Hamka Jakarta. Kedua istilah tersebut, memiliki ciri utama ilmiah spesifik, seperti interaksi, komunikasi, budaya, sosial, ekonomi, lingkungan, dan pendidikan.

Maka dibutuhkan peta kortikal daring dalam berbagai tingkatan sistem belajar mengajar, dari perubahan teknologi seluler yang terlibat dalam pembelajaran, hingga perubahan berskala besar sehingga pemetaan ulang kortikal daring pembelajaran sebagai respon untuk menata masa depan pendidikan.

Rusdianto (2016) dalam tulisannya “Interaksi Neurosains Pendidikan Masyarakat Islam” pada jurnal Hunafa IAIN Palu, 26 – 27 bahwa pendidikan menempati posisi strategis dalam rangka mencerdaskan masyarakat. Visi pendidikan Nasional harus mengutamakan pengembangan intelektual peserta didik pada setiap jenis, jenjang dan jejaring strata sosial dalam pendidikan sehingga dapat menegakan dan menjunjung tinggi nilai etika moralitas dalam lingkungan.

Setiap tujuan pendidikan selalu berhubungan dengan pandangan hidup negara. Pendidikan menyatukan IQ, EQ SQ. Penyatuan tersebut membentuk keseimbangan antara kognitif, afektif dan psikomotorik. Namun, hal ini belum menjadi komitmen kolektif pemerintah dan lembaga pendidikan untuk mewadahi kecerdasan akal, jasmani, kognitif, afektif dan psikomotorik.

Pada bagian lain, Rusdianto (2016) menyebut neurodigital dan peta kortikal daring secara sederhana adalah pengetahuan khusus yang menyusun sistem saraf otak, baik susunan saraf pusat (otak dan saraf tulang belakang) maupun saraf tepi (31 pasang saraf spinal dan 12 pasang saraf kepala). Sistem bekerja Sel saraf (Neuron) bersifat sinapsis yaitu titik pertemuan 2 sel saraf yang memindahkan dan meneruskan informasi berkarakter neurotransmitter. Inilah yang dimaksud forwarder information atau disebut neurodigital yang merespon lingkungan yang terjadi transformasi digital dunia pendidikan.

Dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menyebutkan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.

Bahkan, menurut penafsiran Rakic, P. (January 2002) dalam tulisannya berjudul “Neurogenesis in adult primate neocortex: an evaluation of the evidence” dimuat pada jurnal Nature Reviews Neuroscience 3 (1): 65–71, menilai intisari Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, bahwa bentuk neurodigital dan peta kortikal daring sistem pendidikan nasional Indonesia merupakan keberhasilan dua tahun pemerintahan Jokowi – Ma’ruf Amin dengan mengikuti sistem pembelajaran, memori, dan pemulihan kemampuan otak para siswa dan tenaga pendidik.

Selama ratus tahun ke-20, para ilmuwan neurosains meyakini bahwa yang dibangun otak relatif tetap setelah periode kritis selama kecil. Keyakinan ini telah diruntuhkan oleh penemuan-penemuan terbaru yang menunjukkan banyak aspek otak yang tetap elastis sesuai lingkungan bahkan hingga dewasa. Maka, bentuk neurodigital dan peta kortikal daring sistem pendidikan nasional Indonesia merupakan keberhasilan dua tahun pemerintahan Jokowi – Ma’ruf Amin.

Mendikbud Nadiem Makarim katakan arah peta jalan pendidikan Indonesia adalah membangun pelajar Pancasila yang memiliki enam profil, yaitu Beriman, Bertakwa kepada Tuhan YME dan Berakhlak Mulia; Berkebinekaan Global; Bergotong Royong; Bernalar Kritis; Mandiri; dan Kreatif sehingga dapat memanfaatkan efisiensi yang dihadirkan teknologi dalam membangun kekuatan bersama mewujudkan Indonesia Maju.

Kebinekaan baru teruji saat kita berinteraksi secara fisik dengan teman sekolah atau kuliah dari berbagai kalangan. Transformasi digital dalam pendidikan nasional yang dicanangkan sejak lama, kini menjadi harus dilakukan karena pandemi. Menariknya, guru dan praktisi terbaik dapat dihadirkan ke seluruh wilayah Indonesia secara daring. Ini adalah bentuk dari efisiensi teknologi yang disampaikan oleh Mendikbud untuk dapat meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia secara bersamaan. Pandemi memaksa seluruh komponen pendidikan memanfaatkan teknologi dalam proses pendidikan. Teknologi membuka peluang bagi Indonesia untuk membangun kekuatan bersama mewujudkan Indonesia Maju.

Sejurus pendapat Menteri Nadiem Makarim dengan pendapat Hubel, D.H dan Wiesel, T.N. (February 1, 1970) dalam The period of susceptibility to the physiological effects of unilateral eye closure in kittens”. The Journal of Physiology 206 (2) bahwa pendidikan sistem neurodigital dan peta kortikal daring pada Kementerian Pendidikan, Riset dan Kebudayaan Indonesia telah menunjukkan keberpihakan, keadilan dan kemerdekaan belajar karena berusaha merespon dominasi partikular kecerdasan otak para siswa dan pendidikan sehingga pemakaian neurodigital mendominasi sistem pendidikan secara visual neokortikal terendah, medium dan high digital, yang bersifat tetap sehingga ada perubahan sikap, prilaku, dan tindakan sesuai lingkungan yang dilakukan siswa – mahasiswa.

Begitu pun pendapat Ponti, Giovanna; Peretto, Paolo; Bonfanti, Luca; Reh, Thomas A. (2008). “Genesis of Neuronal and Glial Progenitors in the Cerebellar Cortex of Peripuberal and Adult Rabbits”. In Reh, Thomas A. PLoS ONE 3 (6), bahwa neurodigital dan peta kortika pembelajaran dapat menentukan periode kritis yang dipelajari bertalian dengan bahasa, data, riset, dan penyajian hitungan data yang didapat menunjukkan jalan responsif sistem sensorik otak siswa dan tenaga pendidik yang bersifat tetap setelah periode kritis. Ternyata, penelitian memilih metode belajar daring menentukan perubahan pada siswa – mahasiswa (pembelajar) yang dapat mengubah perilaku dan kognisi dan koneksi selang neuronnya aktif berfikir.

Transformasi digital yang disebut neurodigital dan peta kortika dalam pendidikan nasional yang dicanangkan sejak lama kini menjadi harus dilakukan karena pandemi. Pemerintah tidak dapat melakukannya sendirian tanpa kerja sama dengan akademisi, industri, komunitas, dan media sehingga dapat mendorong sumberdaya unggul untuk Indonesia maju.

Penelitian selama pandemi dengan sistem neurodigital telah tunjukan perubahan substansial dalam pendidikan nasional yang sudah luar biasa dapat mengubah pola aktivasi neuron sensorik dan motorik siswa – mahasiswa dalam melihat, mengamati dan mendapat pengalaman. Penelitian neurodigital indikasikan bahwa pengalaman dapat mengubah prilaku sosial, tentu pertama dibangun fisik otak (anatomi) dan organisasi fungsional (fisiologi). Ilmuwan neurosains yang mengupgrade dalam neurodigital saat ini berupaya merekonsiliasi periode kritis dalam sistem pembelajaran pendidikan yang menunjukan kepastian perkembangan emosional, kecerdasan dan intelektual sehingga bisa berubah dan merubah lingkungan secara baik dan benar.

Dengan pentingnya neurodigital dan peta kortikal daring sistem pendidikan Nasional terdefinisikan dengan baik sehingga mempunyai kerangka dasar secara universal yang mengarahkan hipotesis dan percobaan pada masa depan pendidikan nasional Indonesia. Tentu kprogram merdeka belajar termasuk dalam istilah neurodigital karena menyesuaikan dan disetujui bersama sebagai kebijakan.

Salah satu asas dasar dalam pemikiran neurodigital berhubungan langsung dengan transformasi digital yang memerlukan koneksi – koneksi setiap hari dalam sistem pembelajaran pendidikan. Keberhasilan pendidikan sistem daring masa pemerintahan Jokowi – Ma’ruf Amin karena mampu mengatur kortikal media belajar dengan kesiapan infrastruktur internet diberbagai daerah. Hal inilah yang memudahkan proses belajar mengajar, terutama pada sistem kolaborasi sensorik dan motorik pada siswa – mahasiswa yang memiliki semangat belajar.

Membuktikan dampak positif pendidikan merdeka belajar dengan sistem neurodigital dan peta kortikal internet karena dapat memberikan kebebasan, keadilan, kesetaraan, menciptakan lingkungan nyaman, dan mengurangi tekanan pada siswa – mahasiswa sehingga perkuat independensi belajar. Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) menerapkan sistem E-learning from home atau sebenarnya disebut neurodigital sebagai kebijakan pembelajaran dari rumah.

Pembelajaran daring (neurodigital) oleh siswa, guru maupun orang tua juga menghadapi kendala seperti keterbatasan pengetahuan dan teknologi, maupun keterbatasan dalam hal sarana dan prasarana yang digunakan dalam menunjang proses pembalajaran secara online. Namun, tak seberapa tantangannya, lebih dominan keberhasilan daripada kegagalan.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *