Politik

Dorong Pemko Medan Cari Solusi Belajar Terbaik Saat Pandemi Covid-19

Medan, buanapagi.com – Kasus penularan Covid-19 di Kota Medan hingga kini masih belum juga menunjukkan penurunan. Wakil Ketua DPRD Kota Medan, Ihwan Ritonga pun menyatakan kekhawatirannya.

“Sampai saat ini, tingkat penyebaran Covid-19 masih tinggi. Belum menunjukkan kurva landai. Karena itu Medan belum cocok membuka sekolah lagi,” ucap politisi Gerindra ini, Selasa (23/8/2020).

Kata Ihwan, akan ada analisis terkait penerapan belajar mengajar ini. Karena yang akan ke sekolah ini adalah anak-anak, yang tingkat imunitas tubuhnya belum terlalu kuat.

“Selain itu, belum tentu anak-anak mengerti tentang pembatasan ini. Orang dewasa saja bandel, apalagi anak-anak. Jadi mengatur anak-anak ini susah,” tuturnya.

Namun Ihwan menjelaskan, apapun ceritanya proses belajar mengajar harus dijalankan. Karenanya, DPRD Kota Medan akan mendorong Pemko Medan untuk mencari solusi dan langkah terbaik dalam proses belajar mengajar ini.

“Jadi selagi Medan berada di zona merah, kita belum mengizinkan belajar mengajar dilakukan di sekolah. Terutama tingkat SD dan SMP,” terangnya.

Terkait proses belajar mengajar ini, akademisi Universitas Negeri Medan (Unimed), Joharis Lubis menjelaskan pemerintah daerah, khususnya Kota Medan harus menyusun konsep yang jelas di bidang pendidikan.

Prasarana sekolah, lanjut dia, harus disiapkan lebih awal. Jangan terkesan pemerintah buru-buru dan membuat kondisi semakin parah. Sebaiknya, siswa-siswa tingkat TK, SD, SMP jangan memulai kegiatan belajar mengajar ke sekolah dahulu.

“Sebaiknya jangan (TK,SD dan SMP). Karena belum ditahui secara pasti proses penyebarannya. Ada yang lewat udara, ada yang lewat cairan yang keluar. Dak kita tidak bisa memastikan bagaimana cara agar penularan tidak terjadi ke anak,” ucapnya.

Jadi, sambung dia, pemerintah harus fokus dulu menjamin masalah kesehatan anak sekolah. Ukuran kesehatannya pun harus dibuat. Misalnya, bagaimana membuat kawasan sekolah tetap steril. Atau membuat langkah pemberian vitamin untuk peningkatan antibodi anak. “Setelah itu, barulah anak tingkat TK, SD dan SMP kembali ke lingkungan sekolah,” beber dia.

Jika tidak dibuat rancangan dulu, imbuh Joharis, keputusan new normal ini seolah-olah merupakan suatu bentuk pembiaran. “Seperti hanya kewajiban, yang penting jalan. Maunya pemerintah tidak seperti itu,” ungkapnya.

Pemerintah, lanjutnya, harus mempersiapkan segala-galanya dahulu. Seperti gurunya, sudah siap tidak dengan cara belajar mengajar yang akan diterapkan. Kemudian, harus dimatangkan konsep- konsep apa yang akan dibuat untuk siswa, termasuk tugas-tugasnya.

“Secara akademik, portofolionya harus jelas. Baik tugas dan bidang studi, harus jelas konsepnya, selama new normal berjalan. Pengawasannya dilakukan setiap 3 bulan sekali,” urai dia.

Joharis bilang, untuk tingkat SMA, karena sudah dianggap memiliki imunitas tinggi sudah bisa melakukan proses belajar mengajar di sekolah. Meskipun begitu, harus diatur juga tatanannya terlebih dahulu. “Untuk sosial distancing, bisa dibuat sistem per gelombang ke sekolah. Misalnya hari ini yang masuk kelas 10, besoknya kelas 11 masuk. Atau yang lainnya, harus ada penjadwalan pertemuan,” terang dia.

Sekolah pun harus betul-betul dibuat steril. Misalnya dengan melakukan penyemprotan rutin dan menyediakan thermometer shotgun sebagai langkah antisipasi siswa sakit masuk sekolah.

“Dan diajarkan juga petugas untuk penggunaan thermometer shotgun ini. Karena tidak semuanya bisa menggunakannya dan mengetahui batas suhu yang bisa masuk. Jadi, siapkan sarana dan prasarananya harus disiapkan terlebih dahulu,” pungkasnya.(bp1)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *