Palu, buanapagi.com – Rasa ketakutan mendengar kata ‘Tahanan dan Narapidana atau Napi’ dikalangan masyarakat luas menjadikan para pelaku kejahatan yang sudah menjalani masa hukumannya menjadi terkucilkan. Alhasil, banyak dari mereka yang diharapkan bisa kembali kejalan yang lurus, justru terjebak dalam ‘lingkaran setan.
Istilah tahanan atau narapidana, memiliki kesamaan yang tidak serupa. Banyak orang menganggap tahanan dan narapidana adalah dua istilah yang sama. Yakni orang yang dipenjara karena perbuatan kriminal. Pengertian tersebut tidaklah keliru, namun kurang tepat.
Fenomena inilah yang dijelaskan AKP Rustang, seorang Kepala Kepolisian Sektor (Kapolsek) yang bertugas di Kecamatan Palu Barat, Kota Palu, bahwa bagaimana memanusiakan para tahanan, napi atau eks napi itu tergantung peran serta masyarakat dan pemangku kepentingan atau stakeholder terkait untuk bisa memberikan bimbingan ke eks napi atau orang sudah menerima hukuman atas tindak pidananya, agar kembali berinteraksi ditengah masyarakat tanpa merasa dikucilkan.
Menurut AKP Rustang, dalam penjelasan Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Permenkumham) Republik Indonesia No 6 Tahun 2013. Yakni tentang Tata Tertib Lembaga Pemasyarakatan dan Rumah Tahanan Negara, dijelaskan, tahanan adalah seorang tersangka atau terdakwa yang ditempatkan di dalam rumah tahanan (Rutan). Sedangkan narapidana adalah terpidana yang berada dalam masa menjalani pidana ‘hilang kemerdekaan’ di lembaga permasyarakatan (lapas).
Meskipun terpidana kehilangan kemerdekaannya, di sisi lain ada hak-hak narapidana yang tetap dilindungi dalam sistem pemasyarakatan Indonesia. Hilang kemerdekaan bukan dimaksud tidak memiliki hak-hak yang harus diterima oleh dirinya sebagai manusia, kehilangan kemerdekaan salah satunya adalah adanya keterbatasan dalam melakukan suatu tindakan. Baik tindakan hukum maupun yang tidak berkaitan dengan hukum.
Sedangkan dalam Permenkumham Republik Indonesia No.6 Tahun 2013, mengatur
persamaan tahanan dan narapidana, yakni persamaan dalam menjalani tindakan disiplin dan hukuman disiplin. Tindakan disiplin adalah tindakan pengamanan terhadap narapidana atau tahanan berupa penempatan sementara dalam kamar terasing (sel pengasingan). Sedangkan hukuman disiplin adalah hukuman yang dijatuhkan kepada narapidana atau tahanan sebagai akibat melakukan perbuatan yang melanggar tata tertib lapas atau rutan.
Di rumah tahanan Polsek Palu Barat sendiri, AKP Rustang membina puluhan tahanan yang ditempatkan disebelah ruang kerjanya yang berukuran 4X8 meter. Ukuran sel tahanan yang terbilang kecil itu, bisa dibayangkan jika terus bertambah jumlah penghuninya, tentu begitu sesak dan berdempetan para tahanan itu.
Terlepas dari seorang Kapolsek, AKP Rustang hanyalah seorang manusia biasa, yang juga memiliki rasa ibah, akan tetapi, sebagai seorang pimpinan di Polsek Palu Barat, yang memiliki 54 personel dan mengelolah 5 unit satuan yakni, Unit-Intelkam (Intelijensi dan Keamanan), Unit-Reskrim (Satuan Reserse Kriminal), Unit-Samapta (Satuan Samapta Bhayangkara), Unit-Propam (Seksi Profesi dan Pengamanan) serta Unit Binmas (Pembinaan Masyarakat) dia harus bertindak tegas menjalankan tugas sesuai SOP atau Standar Operasional Prosedur.
Untuk bertindak dan bekerja sesuai OSP didalam organisasi kepolisian yang dipimpinnya, Kapolsek kelahiran 1981, memiliki satu kalimat penting yang harus dia terapkan yakni, ‘siapa berbuat apa’, artinya seorang perencana atau pemimpin sebuah organisssi harus dapat memberikan penjelasan dan pemahaman ke para anggotanya agar pelaksanaan tugas dilapangan tidak menyalahi prosedur atau sesuai SOP.
Menurut AKP Rustang, Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2015 Tentang Perawatan Tahanan Di Lingkungan Kepolisian Negara Republik Indonesia, sudah sangat jelas mengisaratkan tentang keharusan pembinaan tahanan itu sesuai SOP. Artinya, terlepas dari kesalahan yang diperbuat para tahanan, ia menyadari sebagai Kapolsek memiliki tanggung jawab untuk melakukan pengawasan dan pembinaan ke para tahanan.
Sebab kata AKP Rustang, jika tidak dilakukan pengawasan dan pembinaan terhadap tahanan itu, bisa saja sesuatu yang tidak diinginkan terjadi, seperti tahanan lari, bunuh diri dll, dan ini efeknya bisa kedia dan anggotanya. Karena itu kata mantan Kapolsek Palu Utara , merutinkan program siraman rohani dan motivasi pada para tahanan, untuk memberikan nasehat ketenangan jiwa bagi tahanan selama berada di sel.
AKP Rustang yang juga seorang mantan auditor Polda Sulteng ini berharap, agar para tahanan yang sudah menjalani masa tahanan bisa kembali hidup normal dan menjadi warga yang berguna bagi keluarganya dan masyarakat luas. Tentunya hal itu tidak semudah membalikan telapak tangan, untuk merealisasikannya maka diperlukan peran aktif semua pihak. Misalnya saja, dengan peranan pemerintah untuk menciptakan lapangan pekerjaan bagi para napi tersebut dan masyarakat yang memberikan ruang kesempatan bagi para napi untuk kembali membaur dan tidak mengucilkan mereka. (bp/RN)