Langkat, buanapagi.com – PT. Amal Tani diduga menguasai lahan seluas 50 hektar yang berada di luar Hak Guna Usaha (HGU) mereka di Desa Sumber Jaya, Kecamatan Sirapit, Kabupaten Langkat. Dugaan ini mencuat setelah adanya pengukuran ulang oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN) yang menyatakan bahwa lahan tersebut berada di luar batas HGU dan merupakan milik masyarakat.
Kuasa hukum masyarakat, Amrullah Lubis, SH, M.Kn, mengungkapkan bahwa penguasaan lahan oleh PT. Amal Tani tidak memiliki dasar hukum yang sah. Ia menyebut bahwa lahan tersebut berdasarkan surat keterangan tanah tahun 1979, Sertifikat Hak Milik (SHM) tahun 1986, serta surat pengakuan tertulis dari Kepala Sub Direktorat Agraria Langkat tahun 1980, adalah tanah negara bebas yang telah lama dibuka dan dikuasai oleh masyarakat.
“PT. Amal Tani tidak memiliki Izin Usaha Perkebunan (IUP) atas tanah tersebut. Karena itu, kegiatan mereka di luar HGU adalah ilegal dan melanggar hukum,” tegas Amrullah, Rabu (21/5/2025).
Ia merujuk pada Undang-Undang Nomor 51 Tahun 1960 yang memberikan kewenangan kepada pemerintah untuk memerintahkan perusahaan mengosongkan lahan yang berada di luar izin resmi mereka. Selain itu, berdasarkan Pasal 500, 571, 588, dan 601 KUHPerdata, prinsip superficies solo cedit menyatakan bahwa segala sesuatu yang tumbuh di atas tanah adalah milik pemilik tanah. Artinya, hasil sawit di atas lahan milik masyarakat secara hukum tetap milik masyarakat.
Amrullah juga menekankan bahwa PT. Amal Tani berpotensi melakukan tindak pidana berdasarkan UU No. 39 Tahun 2014 tentang Perkebunan, khususnya Pasal 55 dan 107, karena menguasai tanah tanpa hak. Juga disebutkan pelanggaran terhadap Pasal 47 dan 105 UU yang sama, yang menyatakan bahwa kegiatan budidaya tanpa IUP adalah ilegal dan dapat dikenakan sanksi pidana.
Selain itu, ia menyebut adanya potensi pelanggaran terhadap UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, terutama Pasal 109, karena perusahaan melakukan usaha tanpa izin lingkungan di luar kawasan HGU.
“Perusahaan ini juga telah melanggar prinsip Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO), sehingga sudah selayaknya sertifikat ISPO PT. Amal Tani dicabut,” tambahnya.
Amrullah menegaskan bahwa masyarakat bukanlah pelaku pelanggaran, justru perusahaan yang telah mencaplok lahan warga tanpa hak. Ia mendesak pemerintah provinsi Sumatera Utara, aparat penegak hukum, serta instansi pertanahan untuk bersikap adil, objektif, dan berpihak pada kebenaran serta hak konstitusional rakyat kecil.
“Ini bukan sengketa, bukan pula konflik agraria. Ini adalah pelanggaran hukum oleh perusahaan yang harus ditindak tegas,” tutup Amrullah.
Salah seorang warga yang turut memberikan keterangan kepada media menyatakan harapannya agar kasus ini tidak berlarut-larut dan menjadi bukti bahwa hukum benar-benar berpihak kepada rakyat. (Lala)