Ekonomi

OJK Perkuat Pengawasan dan Penyelesaian Permasalahan di Industri Pinjaman Daring

Jakarta, buanapagi.com – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) terus memperkuat pengawasan terhadap industri fintech peer-to-peer lending (Pindar) guna memastikan industri yang sehat, transparan, dan berorientasi pada perlindungan konsumen. Langkah ini dilakukan dengan menerbitkan berbagai regulasi serta mengambil tindakan tegas terhadap penyelenggara yang melanggar ketentuan.

Sepanjang 2024, OJK telah memberikan 661 sanksi administratif kepada penyelenggara Pindar dan mencabut izin usaha empat perusahaan, dua di antaranya karena sanksi administratif dan dua lainnya berdasarkan permohonan pengembalian izin usaha.

Sebagai bagian dari komitmen penguatan sektor keuangan, OJK telah meluncurkan Roadmap Pengembangan dan Penguatan Layanan Pendanaan Bersama Berbasis Teknologi Informasi (LPBBTI) 2023-2028.

Inisiatif ini bertujuan menciptakan ekosistem fintech lending yang lebih berintegritas serta mendukung pertumbuhan ekonomi nasional melalui inklusi keuangan yang lebih luas. Selain itu, OJK telah menerbitkan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor 40 Tahun 2024 sebagai penyempurnaan dari POJK Nomor 10/POJK.05/2022. Regulasi ini dirancang untuk meningkatkan perlindungan bagi pemberi dana (lender), termasuk mewajibkan penyelenggara untuk menampilkan penilaian kredit, menyelenggarakan Rapat Umum Pemberi Dana, serta menyampaikan risiko pendanaan kepada pengguna.

Dalam upaya memperkuat tata kelola industri Pindar, OJK juga menyusun Rancangan Surat Edaran OJK (RSEOJK) yang akan mengubah ketentuan dalam SEOJK Nomor 19/SEOJK.06/2023 terkait penyelenggaraan LPBBTI. Perubahan ini mencakup penguatan pemahaman dan analisis risiko pendanaan guna meningkatkan mitigasi risiko serta perlindungan bagi lender.

OJK juga menangani kasus pencabutan izin usaha PT Tani Fund Madani Indonesia (TaniFund) dan PT Investree Radhika Jaya (Investree) karena keduanya tidak memenuhi ketentuan ekuitas minimum serta tidak melaksanakan rekomendasi pengawasan OJK. Pasca-pencabutan izin, Tim Likuidasi TaniFund telah mengumumkan pembubaran perusahaan melalui berbagai media, termasuk Berita Negara Republik Indonesia. Hingga akhir 2024, OJK menerima tujuh pengaduan terkait TaniFund dan mengarahkan penyelesaian melalui Tim Likuidasi yang telah dibentuk. Dugaan tindak pidana yang terjadi dalam kasus ini telah dilaporkan kepada aparat penegak hukum.

Sementara itu, sejak pencabutan izin usaha Investree, OJK menerima 85 pengaduan terkait perusahaan tersebut. Rapat Umum Pemegang Saham telah menunjuk Tim Likuidasi yang bertugas menyelesaikan hak dan kewajiban perusahaan. OJK juga telah melakukan proses Penilaian Kembali Pihak Utama (PKPU) terhadap Direktur Utama Investree, AAG, sesuai dengan ketentuan POJK. Hasil PKPU ini tidak menghapus kemungkinan tanggung jawab pidana terhadap yang bersangkutan.

OJK bekerja sama dengan Polri untuk menangani kasus Investree secara hukum, termasuk mengajukan permohonan red notice kepada Interpol serta pencabutan paspor kepada Direktorat Jenderal Imigrasi. Dengan langkah ini, OJK berharap tersangka dapat segera diproses guna memberikan kepastian hukum bagi para investor yang terdampak.

Selain itu, OJK menegaskan bahwa eFishery bukan merupakan lembaga jasa keuangan dan tidak berada di bawah pengawasannya. Namun, OJK tetap memantau perkembangan yang terjadi dan dampaknya terhadap sektor keuangan. Langkah-langkah yang diambil ini menunjukkan komitmen OJK dalam menciptakan industri Pindar yang lebih sehat, transparan, dan bertanggung jawab.(bp/ril)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *