Belopa, buanapagi.com – Usman Mulla, korban kasus perusakan tambak ikan, bersama kuasa hukumnya, Rudi Sinaba, SH., MH., mendatangi Kejaksaan Negeri (Kejari) Luwu pada Kamis (28/11/2024). Mereka meminta kejelasan terkait eksekusi putusan hukum terhadap kedua terpidana, Muh. Nur Alamsyah alias Arya Bin Nurdin Batta dan Muh. Israfil Nurdin, A.Ma.Pd., alias Rafil bin Nurdin Batta. Hingga saat ini, kedua terpidana belum menjalani masa hukumannya meski putusan tersebut telah berkekuatan hukum tetap (inkrah).
“Apakah Kejaksaan Negeri Luwu sanggup melaksanakan eksekusi sesuai putusan Pengadilan Tinggi? Ini menjadi tanda tanya besar bagi kami,” kata Rudi Sinaba, kuasa hukum korban kepada wartawan, Sabtu, (30/11/2024)
Menurutnya, jika eksekusi terus ditunda, hal ini akan melemahkan kepercayaan publik terhadap penegakan hukum di Kabupaten Luwu.
Sementara itu, Kepala Seksi Pidum (Kasi Pidum) Kejaksaan Negeri Luwu, Rini Wijaya, SH., memberikan klarifikasi bahwa pihaknya tengah berkoordinasi untuk melaksanakan eksekusi tersebut.
“Saya baru bertugas di sini selama empat bulan. Saat ini saya tengah berkoordinasi dengan rekan saya, Nurul Huda, yang menangani kasus ini. Eksekusi akan segera dilaksanakan sesuai dengan putusan Pengadilan Tinggi Makassar,” terang Rini.
Di sisi lain, Rudi Sinaba menegaskan bahwa kedatangannya yang ketiga ke Kejaksaan Negeri Luwu adalah untuk meminta kepastian hukum. Ia mengatakan akan mengambil langkah hukum lebih lanjut jika Kejaksaan Negeri Luwu tetap lamban dalam menindaklanjuti eksekusi tersebut.
“Kami akan melayangkan surat ke Kejaksaan Tinggi Sulsel, Komisi Kejaksaan, dan Komisi III DPR RI agar hukum ditegakkan dengan baik,” kata Rudi.
Ia menegaskan, kasus ini mendapat perhatian luas dari masyarakat, terutama karena menyangkut kepastian hukum dan integritas aparat penegak hukum. Kuasa hukum korban mengingatkan, keterlambatan eksekusi akan menciptakan preseden buruk dalam sistem peradilan.
“Jika hukum tidak ditegakkan, pelaku kejahatan tidak akan jera, hak-hak korban tidak akan terlindungi, dan masyarakat akan kehilangan kepercayaan terhadap hukum. Hal ini dapat memicu instabilitas sosial,” kata Rudi.
Ia juga mengingatkan, pembiaran seperti ini dapat mendorong korban untuk main hakim sendiri, yang pada akhirnya merusak fungsi hukum sebagai alat pemersatu dan pemberi keadilan.
Masyarakat kini menanti Kejaksaan Negeri Luwu mengambil langkah tegas untuk menegakkan putusan hukum demi menegakkan keadilan.
Sebagai informasi, perkara ini bermula pada Desember 2022, saat para terdakwa diduga merusak pintu air tambak milik Usman Mulla di Desa Toddopuli, Kecamatan Bua, Kabupaten Luwu. Perusakan tersebut mengakibatkan sekitar 16.000 ekor ikan lepas sehingga menyebabkan korban mengalami kerugian yang cukup besar.
Pengadilan Negeri Belopa menjatuhkan vonis kepada kedua terdakwa pada 3 Juli 2024. Namun, putusan tersebut direvisi oleh Pengadilan Tinggi Makassar melalui putusan Nomor 896/PID/2024/PT MKS tanggal 13 Agustus 2024 yang menjatuhkan vonis kepada masing-masing terdakwa selama satu tahun penjara. Sayangnya, hingga saat ini Kejaksaan Negeri Luwu belum melaksanakan eksekusi terhadap para terpidana tersebut. (bp/r)