Politik

DPRD Sumut Rekomendasikan agar Pemkab Madina Cabut Izin Koperasi Sirion Permata Indah dan PT. RPR Fasiltasi Pembangunan Kebun Plasma

Medan, buanapagi.com – DPRD Provinsi Sumut mengadakan Rapat Kerja/Dengar Pendapat Gabungan (RDP) Komisi A dan B DPRD Provinsi Sumatera Utara yang membahas tentang konflik plasma antara perusahaan dengan Koperasi, khususnya permasalahan antara PT. Rendi Permata Raya (RPR) dengan masyarakat Desa Singkuang I Kecamatan Muara Batang Gadis, Kabupaten Mandailing Natal (Madina), di Aula DPRD Sumut, Kamis, (3/8/2023).

RDP dipimpin oleh anggota Komisi B DPRD Sumut, Syahrul Efendi Siregar didampingi Akhiruddin Lc dan dihadiri oleh perwakilan dari Pemkab dan Muspika Kabupaten Madina antara lain Asisten Perekonomian dan Pembangunan, Kepala Dinas Koperasi dan UKM, Kepala Dinas PMPTSP, Camat Muara Batang Gadis, Kapolsek Muara Batang Gadis, Danramil Natal, dan Pj. Kepala Desa Singkuang I A.S Safutra Nasution, pengurus Koperasi Hasil Sawit Bersama dan beberapa tokoh masyarakat.

Selain KPPU Kanwil I, turut hadir juga dari Dinas Perkebunan Provinsi Sumut dan BPN Wilayah Sumut. Namun sayangnya, PT Rendi Permata Raya (PT. RPR) tidak hadir dalam RDP tersebut.

Sapihuddin dari Koperasi Hasil Sawit Bersama menyampaikan, bahwa Koperasi dibentuk pada tahun 2010 dengan tujuan sebagai calon plasma yang memperjuangkan kemitraan usaha perkebunan antara PT Rendi Permata Raya dengan masyarakat desa Singkuang I.

“Sejak mendapat IUP di tahun 2007 dan sertifikat HGU di tahun 2009 sampai dengan sekarang, PT RPR belum melaksanakan kewajiban memfasilitasi pembangunan kebun masyarakat,” ungkap Sapihudin.

Dirinya juga mengatakan, pihaknya meminta 20 persen dari luas 3.741 Ha HGU yang miliki PT.Rendi Permata Raya dengan ketentuan 50 persen (separuh) dari dalam HGU dan 50 persen (separuh) lagi dari luar HGU dalam Wilayah Kec.Muara Batang Gadis.

Sementara itu, Asisten Administrasi Umum Pemkab Madina, H. Syarifuddin mengatakan bahwa selama ini Pemkab telah melakukan berbagai upaya melakukan mediasi antara perusahaan dengan masyarakat, bahkan Bupati juga telah mengeluarkan surat peringatan tertulis kepada PT Rendi Permata Raya.

“Dari upaya pemkab tersebut, PT RPR yang semula tidak bersedia memfasilitasi pembangunan kebun plasma dengan mengambil lahan dari dalam HGU pada akhirnya bersedia diambil 200 HA dari dalam, meskipun tuntutan masyarakat 50 persen atau 300 HA diambil dari dalam HGU,” jelasnya.

Sedangkan Kepala Dinas Koperasi dan UKM Muktar Afandi, SSos mengungkapkan bahwa persoalan plasma antara masyarakat dengan perusahaan telah selesai dengan telah ditandatanganinya perjanjian MoU antara PT. Rendi Permata Raya dengan Ketua Koperasi Produksi Siriom Permata Indah pada tanggal 2 Agustus 2023.

“Tujuan dari MoU tersebut adalah untuk pembangunan dan pengelolaan kebun kelapa sawit pola kemitraan seluas 600 ha yang terdiri dari 200 ha berada di dalam HGU milik PT. Rendi Permata Raya dan selebihnya 400 ha berada di luar HGU PT. Rendi Permata Raya, tutur Muktar.

Terhadap masalah ini, pimpinan RDP, Syahrul menyimpulkan telah terjadi persoalan baru yakni munculnya Koperasi yang baru dibentuk untuk melaksanakan kerjasama kemitraan, sementara Koperasi lama yang selama ini memperjuangkan plasma dan menuntut 300 HA dari dalam HGU justru tidak dilibatkan, sehingga memicu potensi konflik secara horisontal di masyarakat.

“Diminta Pemkab Madina mencabut izin koperasi Sirion Permata Indah. Dan PT Rendi Permata Raya harus memfasilitasi pembangunan kebun plasma kepada masyarakat yang telah disepakati sebelumnya,” ucap Syahrul.

Atas hal tersebut, DPRD Sumut merekomendasikan agar Pemkab Madina mencabut izin koperasi Siriom Permata Indah dan tetap meminta PT Rendi Permata Raya melaksanakan kewajiban memfasilitasi pembangunan kebun plasma.

Mendengar tersebut terjadi perdebatan panas antar DPRD Sumut dengan perwakilan dari pemkab Madina dan Koperasi Sirion Permata , sehingga akhirnya meninggalkan RDP gabungan

Menanggapi hal tersebut, Ridho Pamungkas dari KPPU Kanwil I menerangkan bahwa terdapat dua larangan pelaksanaan kemitraan pada pasal 35 Undang-Undang 20 Tahun 2008 yang diawasi oleh KPPU, yakni larangan memiliki dan menguasai.

“Konteks memiliki dapat muncul karena adanya kewajiban perusahaan untuk bermitra, sehingga untuk memenuhi kewajiban tersebut, mereka terpaksa membuat kemitraan pura-pura, dimana sebenarnya kepemilikan atas aset dan omset dari koperasi/UMKM masih milik oleh pelaku usaha besar, ” tegas Ridho.

Sedangkan konteks menguasai, lanjut Ridho dapat muncul karena penyalahgunaan posisi tawar yang tidak seimbang, misalnya dalam hal hak suara atau syarat perdagangan.

Ridho mengingatkan bahwa koperasi yang bermitra dengan perusahaan juga harus yang legal secara hukum dan benar-benar mewakili masyarakat sekitar kebun, sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

“Untuk itu, KPPU siap mengawasi apabila dalam pelaksanaan kemitraan antara PT RPR dengan Koperasi terdapat perilaku memiliki dan atau menguasai tersebut, ” tegas Ridho.(ndo)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *