Politik

Perusahaan Tidak Hadir, Ketua Komisi A DPRDSU Skors RDP

Medan, buanapagi.com – Komisi A dan B DPRD Sumut menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Dinas Kehutanan Provsu, PT .Sumatera Syilva Lestari (PT SSL) dan Kelompok Tani Torang Jaya Mandiri (KTTJM) yang merupakan petani berasal dari Padang Lawas di gedung DPRD Sumatera Utara (Sumut), Kamis (21/7/2022).

“Hentikan kriminalisasi terhadap pengurus dan anggota kelompok tani Torang Jaya Mandiri Padang Lawas,” ujar salah seorang petani dalam rapat.

Untuk diketahui, KTTJM saat ini berkonflik dengan PT Sumatera Syilva Lestari (SSL) terkait kepemilikan lahan di Palas. Akibat konflik tersebut, 4 anggota KTTJM dilaporkan oleh PT SSL ke Polda Sumut atas tuduhan perambahan hutan.

Pada tahun 2012 petani ini sempat aksi mogok makan dan jahit mulut selama 23 hari.

Para petani memohon difasilitasi agar tidak dilakukan pemanggilan ke Polda Sumut terkait sengketa dengan perusahaan dihentikan dahulu.

Menanggapi hal di atas Ketua Komisi A DPRD Sumut, Muhammad Andri Alfisah ( foto) mengaku belum bisa mendapatkan kesimpulan yang valid atas persoalan yang ada karena pihak perusahaan tidak datang dalam RDP tersebut.

” Intinya mereka mau agar pemanggilan Polda Sumut terhadap KTTJM diberhentikan dahulu. Sebab, ada beberapa persyaratan administrasi yang sedang dijalankan masyarakat untuk melegalisasi lahan pertanian mereka,” kata Andri.

Dirinya berharap agar dilakukan dulu proses administrasinya baru dilakukan pemeriksaan oleh Polda Sumut. Poin persoalan masyarakat dengan pihak perusahaan yang tanahnya tumpang tindih dengan perusahaan.

“Makanya rapat saya skors sampai nanti bisa dijadwalkan kembali dan perusahaan saya harap bisa hadir. Agar masalah ini cepat selesai,” ujarnya.

Sementara itu Kuasa Hukum KTTJM Ronald Syafriansah mengatakan Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan DPRD Sumut untuk mencari solusi dari konflik yang sedang dialami oleh warga Palas tersebut.

Ronald berharap akan ada penyelesaian yang dihasilkan dalam RDP nanti dan rekomendasi untuk memakai opsi-opsi yang sudah diatur dalam perundang-undangan, salah satunya dalam PP No. 43 tahun 2021.

“PP 43 tahun 2021 terkait muncul masalah di areal izin konsesi atau kawasan hutan maka dia diberi opsi-opsi untuk penyelesaian dengan memakai asas keterlanjuran, salah satunya yaitu penciutan HTI,” tutupnya.

Akan tetapi, lanjutnya dari beberapa pasal itu, Polda tidak menerapkan pasal itu,m dan tetap ngotot kalau mereka ini merambah hutan dan pidana.(ndo)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *