Oleh : Irman Oemar
Mulai tanggal 11 hingga 25 Januari 2021, Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) berlangsung secara parsial di pulau Jawa dan Bali. PPKM adalah kebijakan terbaru Pemerintah, untuk merespon peningkatan kasus aktif Covid-19 yang tumbuh signifikan dalam kurun dua bulan terakhir. Kasus aktif yang semula masih berjumlah 53.614 kasus pada 9 November 2020, naik dua kali lipat menjadi lebih dari 110.000 kasus pada awal Januari 2021. Kondisi ini tentu berkonsekuensi pada penambahan pasien Covid-19 hampir di seluruh Rumah Sakit. Fasilitas kesehatan yang tersedia dirasa tidak akan dapat menangani lonjakan kasus yang terjadi.
Belum lagi penambahan tersebut juga akan paralel dengan penambahan kasus dokter dan tenaga kesehatan yang terpapar Covid-19, dan berdampak langsung pada peningkatan angka kematian dokter dan tenaga kesehatan. Dapat dikatakan bahwa PPKM adalah sebuah langkah cepat dan terukur yang dilakukan Pemerintah, untuk mengendalikan penambahan kasus dan memberikan perlindungan bagi para dokter dan tenaga kesehatan yang melakukan perawatan.
Pengalaman yang dijadikan rujukan pengaturan PPKM kali ini, adalah kolaborasi Pemerintah pusat, daerah dan komponen masyarakat lainnya, yang berhasil menekan angka kasus aktif covid-19 pada periode September hingga Oktober 2020 yang lalu. Seperti diketahui bahwa upaya pembatasan kegiatan dan pendisiplinan protokol kesehatan di sepuluh Provinsi dengan kasus tertinggi di Indonesia, pada saat itu mampu menekan angka kasus aktif hingga lebih dari 20%. Kasus aktif Covid-19 yang sempat mencapai 66.578 kasus pada 11 September, mampu ditekan hingga 53.614 kasus pada 9 November 2020. Artinya upaya pembatasan kegiatan dan pendisiplinan protokol kesehatan yang terkoordinir dengan baik dari hulu ke hilir, akan ampuh menekan angka penularan covid-19 di tengah masyarakat.
Melalui Instruksi Menteri Dalam Negeri (Inmendagri) Nomor 01 Tahun 2021 tentang Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Untuk Pengendalian Penyebaran Corona Virus Disease 2019 (Covid-19). Disampaikan kepada Pemerintah Daerah di tujuh Provinsi yang berada di Pulau Jawa dan Bali, agar mengambil langkah-langkah cepat, tepat, fokus dan terpadu bersama Pemerintah Pusat, untuk mengatur pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat yang berpotensi menimbulkan penularan virus Covid-19. Antara lain menerapkan Work From Home (WFH) sebesar 75% di tempat kerja dan perkantoran, melakukan kegiatan belajar mengajar secara daring, membatasi operasional mall dan pusat perbelanjaan hanya hingga pukul 19.00 WIB, membatasi kapasitas layanan dine in di rumah makan dan restoran hanya 25%, membatasi kegiatan di rumah ibadah hanya 50% dari kapasitas yang tersedia dengan protokol kesehatan yang ketat, membatasi jam operasi dan kapasitas moda transportasi, menutup fasilitas umum dan menghentikan kegiatan Sosial budaya. Namun tetap mengizinkan operasional di berbagai sektor esensial dengan protokol kesehatan yang ketat. Seperti di sektor Kesehatan, Bahan Pangan, Energi, Komunikasi dan IT, Keuangan, Logistik, Perhotelan, Konstruksi, Industri, Palayanan dasar, Utilitas Publik dan objek vital nasional, serta kebutuhan sehari-hari.
Empat parameter yang dijadikan kriteria pengaturan PPKM adalah: 1) tingkat kematian di atas rata-rata tingkat kematian Nasional; 2) tingkat kesembuhan di bawah rata-rata tingkat kesembuhan nasional; 3) tingkat kasus aktif di atas tingkat kasus aktif nasional; dan 4) tingkat keterisian rumah sakit (Bed Occupation Room/BOR) untuk ICU dan ruang Isolasi di atas 70%. Berdasarkan keempat parameter tersebut, maka daerah yang menjadi prioritas pengaturan PPKM di wilayah pulau Jawa dan Bali adalah seluruh wilayah DKI Jakarta dan 21 daerah Kabupaten/Kota yang tersebar di Provinsi Banten, Jawa barat, Jawa Tengah, DIY, Jawa Timur dan Bali. Sebab daerah-daerah tersebut telah memenuhi salah satu unsur atau lebih dari empat parameter yang telah ditetapkan sebelumnya.
Kenapa hanya di pulau Jawa dan Bali?
Bila merujuk empat parameter PPKM yang telah ditetapkan sebelumnya, maka masih terdapat beberapa daerah yang sebenarnya memenuhi unsur untuk memberlakukan pembatasan kegiatan masyarakat tersebut. Salah satunya adalah Provinsi Sumatera Utara. Dari 4 parameter yang telah ditetapkan, Provinsi Sumatera Utara sebenarnya memenuhi syarat di tingkat kematian akibat covid-19, yang lebih besar dari rata-rata tingkat kematian nasional. Yaitu 3,7% berbanding 2,9%. Akan tetapi, bila melihat data tingkat kesembuhan yang lebih besar dari rata-rata Nasional (85,4% : 82,3%), tingkat kasus aktif yang lebih rendah dari rata-rata tingkat kasus aktif nasional (10,9% : 14,8%), demikian pula BOR ICU yang masih berkisar 38,4% dan BOR isolasi yang berkisar 41,0% (hingga 7 Januari 2021). Maka dapat terlihat, bahwa kondisi penyebaran kasus Covid-19 di Sumatera Utara, belum seperti yang dikhawatirkan Pemerintah Pusat. Fasilitas kesehatan di Sumatera Utara, masih sangat tersedia dan cukup untuk menangani pasien Covid-19. Demikian pula tren penambahan kasus harian dan kasus aktif yang terus menunjukkan penurunan, menjadi indikator penting yang menunjukkan bahwa penyebaran kasus Covid-19 di Sumatera Utara masih dalam kondisi terkendali.
Pengaturan PPKM yang dilakukan secara parsial di pulau Jawa dan Bali, dapat dipahami sebagai upaya terfokus Pemerintah untuk memusatkan perhatian ke wilayah kontributor terbesar Covid-19 di Indonesia. Sebab diketahui bahwa secara nasional, rata-rata lebih dari 65% kasus Covid-19 berasal dari wilayah tersebut. Per tanggal 9 Januari 2021, tercatat bahwa 67,9% kasus aktif dan 66,4% kasus kematian akibat covid-19 berasal dari 7 Provinsi di wilayah pulau Jawa dan bali. Bahkan bila melihat tren penambahan kasus aktif mingguan di wilayah tersebut periode 21 Desember hingga 4 Januari 2021 yang terus meningkat 7,3%/minggu, sangat dimungkinkan bahwa lonjakan kasus di pulau Jawa dan Bali masih akan terus berlanjut. Bila tidak segera diintervensi, maka akan berdampak luas hingga ke wilayah lainnya di Indonesia. Sebab tidak dapat dipungkiri, bahwa mobilitas penduduk atas dasar ekonomi masih berpusat di wilayah tersebut. Mobilitas (permanen maupun non permanen) dari dan menuju pulau Jawa dan Bali, masih sangat mendominasi pergerakan penduduk di Indonesia. Artinya lonjakan kasus covid-19 di Pulau Jawa dan Bali sangat berpeluang untuk menyebar dengan cepat ke pulau lainnya di Indonesia.
Apa yang harus dilakukan Sumut?
Masih terkendalinya penyebaran kasus Covid-19 di Sumatera Utara, tentu tidak boleh menjadi alasan untuk mengendurkan upaya penanganan yang telah dilakukan selama ini. Bila masyarakat tidak disiplin untuk berupaya menghindar dari penularan Covid-19, maka kasus Covid-19 di Sumatera Utara pasti akan meningkat dan sulit untuk dikendalikan. Tidak tertutup kemungkinan PPKM juga akan diberlakukan di daerah ini. Konsekuensinya adalah dampak sosial dan ekonomi yang ditimbulkan akibat kebijakan tersebut. Masyarakat tentu akan sulit melakukan aktifitas ekonomi, termasuk melaksanakan ibadah dan sosial budaya lainnya akibat berbagai pembatasan yang diberlakukan. Belajar dari lonjakan kasus yang terjadi di pulau Jawa dan Bali, justru harus menjadi pemicu bagi pemerintah daerah setempat dan seluruh komponen masyarakat lainnya, untuk bersiap menghadapi kondisi terburuk yang mungkin terjadi. Berbagai upaya yang dapat dilakukan antara lain :
Pertama, membatasi mobilitas penduduk dari dan menuju pulau Jawa dan Bali. Sebab penularan dan penyebaran Covid-19 di Sumatera Utara sangat berpotensi meningkat akibat pergerakan orang. Baik yang menggunakan moda transportasi pribadi maupun umum, baik darat, laut maupun udara. Hal ini dapat dilakukan dengan pemberian ketentuan perjalanan orang, khusus antar Provinsi Sumatera Utara dan tujuh Provinsi lainnya di Pulau Jawa dan Bali. Seperti yang telah diatur dalam Surat Edaran Satuan Tugas Penanganan Covid-19 Nomor 1 tahun 2021, harus dapat dipastikan bahwa setiap orang yang datang atau keluar dari Provinsi Sumatera Utara, telah dinyatakan telah bebas Covid-19.
Kedua, melanjutkan dan meningkatkan upaya penanganan Covid-19 yang telah dilakukan selama ini. Belajar dari pengalaman keberhasilan penurunan kasus Covid-19 periode bulan September hingga Oktober yang lalu, maka koordinasi dan kerja sama Forkopimda dan komponen masyarakat lainnya di Sumatera Utara, harus kembali digalakkan. Terutama dalam upaya peningkatan disiplin protokol kesehatan, memperkuat kemampuan tracking, sistem manajemen tracing, dan perbaikan treatment.
Ketiga. Mengantisipasi dampak ekonomi yang mungkin terjadi akibat pengaturan PPKM di pulau Jawa dan Bali. Ketersediaan bahan pangan, bahan baku usaha dan industri harus dipastikan cukup memenuhi kebutuhan yang ada. Sebab dibatasinya pergerakan orang dan barang akibat PPKM di Jawa dan Bali, tentu sedikit banyak akan mempengaruhi distribusi komoditi antar wilayah. Tidak dapat dipungkiri, masih terdapat beberapa sektor usaha di Sumatera Utara, yang masih bergantung pada kontribusi produksi dari Pulau Jawa dan Bali. Terhambatnya distribusi yang terjadi, tidak boleh mengganggu produktifitas ekonomi Sumatera Utara. Harus ada perhitungan yang matang, untuk menyediakan berbagai alternatif, bila ternyata PPKM di pulau Jawa dan Bali akan berlanjut hingga waktu yang belum ditentukan.
Sukseskan Program Vaksinasi di Sumut
PPKM di Pulau Jawa dan Bali 11 hingga 25 Januari 2021, akan terselenggara bersamaan dengan program vaksinasi fase pertama yang dijadwalkan berlangsung mulai tanggal 14 Januari 2021 mendatang. Gubernur Sumatera Utara telah menerima vaksin sinovac sejumlah 40.000 vial pada tanggal 5 Januari yang lalu. Vaksin tersebut akan diprioritaskan untuk 72.451 tenaga medis yang melakukan kontak langsung dengan para pasien Covid-19 di Sumatera Utara. Untuk menghapus keraguan tentang keamanan vaksin yang sempat muncul di tengah masyarakat, Gubernur juga telah berkomitmen menjadi orang pertama yang akan disuntik vaksin tersebut di Sumatera Utara.
Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) pada Jumat (8/1/2021) yang lalu, telah memastikan bahwa izin penggunaan darurat atau Emergency Use Of Authorization (EUA) untuk vaksin Sinovac bisa keluar sebelum tanggal 13 Januari 2021. Demikian pula dalam waktu bersamaan, Majelis Ulama Indonesia (MUI) melalui hasil sidang Komisi Fatwa MUI yang. Telah menyatakan bahwa vaksin Covid-19 produksi Sinovac, suci dan halal. Artinya skenario program vaksinasi pada tanggal 14 Januari 2021, dapat dipastikan akan terselenggara sesuai jadwal yang ditentukan.
Program vaksinasi tersebut tentu tidak boleh terhambat di Sumatera Utara. Sebab vaksinasi adalah upaya paling realistis untuk menghentikan penularan Covid-19 di tengah masyarakat.Untuk itu, Gubernur saat memimpin Rapat daring dengan Bupati dan Wali Kota se-Sumatera Utara, Kamis (7/1/21). telah menyampaikan bahwa Sumatera Utara harus sudah running well untuk melakukan vaksin kepada orang-orang yang sudah terdaftar. Vaksin merupakan kewajiban. Tidak boleh ada penolakan. Bahkan Gubernur juga menyatakan bahwa program vaksinasi harus menjadi menjadi ikhtiar bagi masyarakat untuk mencegah dan terhindar dari Covid-19.
Penulis dan kita semua tentu berharap, berdoa sekaligus berupaya, agar pandemi Covid-19 ini akan segera berakhir. Mari bersatu untuk menegakkan disiplin 3M (memakai Masker, Menjaga Jarak dan Mencuci Tangan. Dukung dan sukseskan segala upaya Pemerintah dan pemerintah daerah Sumatera Utara untuk menghentikan penularan dan penyebaran Covid-19. Demi diri kita, dan orang-orang terkasih di sekitar kita. Insyaallah, Sumatera Utara yang Maju, Aman dan Bermartabat akan segera terwujud
Penulis adalah Kepala Dinas Komunikasi dan Informatika Provinsi Sumatera Utara, Ketua Bidang Data dan Informasi, serta Koordinator Jubir Satgas Covid-19 Provinsi Sumatera Utara. (bp/red)