Politik

Dewan Gunakan Stempel Diduga Palsu, BKD Menunggu Arahan Ketua DPRD Medan

Medan, buanapagi.com – Wakil Ketua Badan Kehormatan Dewan (BKD) DPRD Medan Burhanuddin Sitepu menegaskan bahwa dirinya masih menunggu arahan Ketua DPRD Medan Hasyim SE terkait prilaku oknum dewan ES yang telah menyalahgunakan stempel diduga palsu dalam surat permohonannya ditujukan ke Satpol PP untuk melakukan penangguhan pembongkaran rumah warga di Jalan Mangkubumi.

“Saya masih menunggu arahan dari Ketua DPRD Medan Hasyim SE, karena hal ini menyangkut masalah kelembagaan. Kenapa saya katakan menyangkut masalah kelembagaan ? Karena ini pelanggaran kode etik dan tata tertib dewan. Tidak ada pembenaran yang namanya alat kelengkapan itu membuat surat dengan kop/logo surat DPRD dengan stempel yang dibuat. Kalau boleh saya bilang, stempel itu hanya satu bagi Alat Kelengkapan Dewan,” tegas Wakil Ketua Badan Kehormatan Dewan (BKD) DPRD Medan Burhanuddin Sitepu kepada wartawan di ruang kerjanya, Selasa (28/7/2020).
Jadi, lanjut Ketua Partai Demokrat Kota Medan ini, menyikapi persoalan yang dilakukan dewan ES, apalagi sudah diberitakan di hampir semua media, pimpinan dewan harus segera tanggap agar persoalan ini tidak terulang. “Jika terjadi pembiaran tidak tertutup kemungkinan besok-besok itu akan lahir lagi stempel komisi alat kelengkapan dewan yang lain,” tegasnya.

Kenapa? Karena tidak ada teguran, tidak ada arahan dari pimpinan, tidak ada pandangan yang diberikan bahwasanya yang dilakukan dewan itu salah. Jadi cari pembenaran. “Jadi Kalau pimpinan menyikapi permasalahan ini perlu dilakukan melalui ranah alat kelengkapan dewan, ya pimpinan yang menyurati BKD. Kira-kira isinya, saudara Ketua DPRD Medan, menyikapi permasalahan yang muncul di media tentang masalah melakukan pembuatan stempel yang tidak mendapatkan izin. Kedua, melakukan perbuatan yang melanggar tata tertib dewan,” katanya mengilustrasikan isi surat yang nantinya ditujukan ke BKD.

Diakui Sekretaris Komisi IV DPRD Medan ini, isi surat yang dibuat oknum dewan dengan tulisan tangan tersebut membuat dirinya tergelitik. Kenapa justru anggota Fraksi PAN itu membuat surat meminta penangguhan pembongkaran. Sementara itu bukan fungsi anggota DPRD. Itu sudah sangat pribadi sekali sifatnya dengan mengatasnamakan lembaga. “Fungsi DPRD itu tiga. Sebagai alat kontrol roda berjalannya roda pemerintahan Kota Medan, budgeting dan membuat Perda. Jadi sebagai sosial kontrol itu tugasnya mengingatkan instansi terkait bahwa yang dilakukan itu belum maksimal, atau belum pas, bukan melarang atau meminta,” katanya menjabarkan fungsi dewan.
Satpol itu kan berfungsi sebagai eksekutor Perda, sudah pasti mekanismenya ada. Yang meminta pembongkaran itu ada dinas lain yang memberikan izin. “Jadi apapun yang diminta dan disampaikan anggota dewan jika proseduralnya sudah terlalui Satpol PP, Satpol PP tidak melihat siapa yang membuat surat, siapa yang menelepon. Itu harus tetap dilaksanakannya. Karena mekanismenya sudah dilalui. Perintah dibongkar, ya bongkar,” tegas Burhanuddin yang sudah tiga periode menjadi anggota DPRD Medan ini.

Karena sampainya ke mereka (Satpol PP) itu sebagai eksekutor saja untuk melaksanakan. Konsekuensi hukum yang terjadi itu bukan mereka, tapi yang memberikan amanah ke mereka. Misalnya, bangunan yang terkena roilen. Itu kan sudah tidak ada pembenaran. Jadi ketika dinas yang berhubungan dengan penyelamatan tata ruang kota tentang masalah roilen itu, menyurati, ini sudah salah. Lalu diminta bongkar oleh bersangkutan. Namun bila yang bersangkutan tidak mau membongkar, lalu ditugaskanlah Satpol PP untuk melakukan eksekusi di lapangan.

“Isi surat itu perlu disampaikan kepada dewan yang bersangkutan, apa yang sudsh dilakukannya itu salah. Dari sisi etika anggota dewan, yang bersangkutan itu salah. Jika dewan tersebut tetap bersikeras apa yang dilakukannya tidak salah, kita buktikan,” tegas Burhanuddin.

Terpisah Wakil Ketua DPRD Medan HT Bahrumsyah yang dihubungi Rabu (29/7) menegaskan, terkait stempel yang digunakan oleh oknum dewan ES, benar hanya boleh dipergunakan oleh Sekretaris DPRD dan pimpinan DPRD Medan saja. Bukan yang di luar pimpinan dan sekwan.

“Jadi pimpinan ini kolektif kolegial, jadi siapapun unsur pimpinan boleh menggunakan stempel tersebut, secara otomatis. Hal ini diatur dalam Permendagri No. 54 tahun 2009 tentang Tata Naskah Dinas di Lingkungan Pemerintah Daerah Pasal 59 ayat 2 yang berbunyi “kewenangan pemegang dan penyimpan stempel perangkat daerah dilakukan oleh unit yang membidangi urusan ketatausahaan pada setiap SKPD”. Jadi kalau implementasinya ke DPRD Medan yang berwenang memegang dan menyimpan adalah sekwan,” jelasnya.

Stempel itu pun, lanjut Ketua DPD PAN Medan ini bukan dipegang, hanya dipergunakan. Yang berwenang memegang sekretariat karena stempel itu melekat di SKPD, SKPDnya Sekretaris DPRD Medan. Jadi pimpinan dewan juga tidak pegang stempel, atas nama saja. Tapi yang menyetempel itu tetap SKPD atas nama pimpinan.(bp1)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *