Teks Foto: Perhiasan emas yang dibeli Lina dari hasil lelang Pegadaian
Penulis: Hotma Paulina Marpaung
Medan, buanapagi.com — Hidup terkadang membawa kita pada kejutan yang tak terduga. Begitulah yang dialami Lina, seorang ibu rumah tangga asal Kelurahan Sei Mati, Kecamatan Medan Labuhan. Di tengah tekanan ekonomi yang kian menyesakkan, langkah kecilnya menemani teman ke kantor Pegadaian justru membuka jalan menuju perubahan besar dalam hidupnya.
“Awalnya saya cuma ikut teman, tidak ada niat apa-apa,” kenang Lina sambil tersenyum. Hari itu, dirinya menemani sang teman ke Pegadaian Cabang Glugur Kota Medan untuk menggadaikan emas. Namun siapa sangka, dari rasa iseng itu, Lina akhirnya mengenal lebih jauh tentang Pegadaian dan segala manfaatnya bagi masyarakat.
“Saya banyak bertanya, dan pegawai Pegadaian melayani dengan ramah serta sabar. Dari sana saya baru tahu kalau Pegadaian bukan cuma tempat menggadaikan barang, tapi juga bisa untuk beli emas dan investasi,” ujarnya.
Awal dari Sebuah Cincin
Keingintahuan Lina yang besar membuatnya mencoba membeli perhiasan pertamanya di Galeri Pegadaian Jalan Pegadaian Medan. Tahun 2017 menjadi titik awalnya berinvestasi emas. Ia membeli cincin seberat 2,5 gram secara cicilan selama enam bulan.
“Waktu itu saya ingat betul, saya diberi pilihan bisa langsung tebus di bulan keenam atau dicicil setiap bulan. Enaknya, Pegadaian kasih kita keleluasaan sesuai kemampuan,” tutur Lina.
Dari satu cincin kecil, kebiasaannya mulai terbentuk. Ia menjadi rajin datang ke Pegadaian, bukan hanya untuk membeli, tetapi juga belajar tentang cara berinvestasi. Pegadaian yang semula hanya dikenal sebagai tempat “menggadai barang”, kini menjadi sahabat finansial bagi ibu dua anak ini.
Menemukan Nilai di Setiap Gram Emas
Rasa percaya diri Lina tumbuh. Dari perhiasan kecil, ia beralih ke emas batangan Antam seberat 10 gram. Meski sempat ragu, ia akhirnya berani mengambil langkah besar dengan mencicil selama 12 bulan.
“Waktu itu harga Antam masih sekitar Rp9,8 juta untuk 10 gram. Walaupun saya mencicil emas batangan, saya tetap membeli perhiasan lelang, seperti kalung dan liontin seberat 13,5 gram. Saya cicil 18 bulan. Rasanya luar biasa, saya bangga dengan diri saya sendiri,” ucap Lina.
Baginya, setiap gram emas bukan sekadar perhiasan, melainkan simbol kerja keras dan ketekunan. Pegadaian memberinya ruang untuk bermimpi dan berproses, tanpa tekanan besar seperti pinjaman di lembaga lain.
Dari situlah ia memahami filosofi sederhana: emas tidak pernah tidur. Nilainya mungkin naik turun, tapi selalu memberi rasa aman bagi pemiliknya. “Saya merasa, lewat Pegadaian, saya bisa mengEMASkan mulai dari diri saya sendiri,” katanya dengan mata berbinar.
Emas dari Lelang, Berlian dari Mimpi
Semakin mengenal sistem lelang Pegadaian, Lina mulai rajin berburu perhiasan emas berkualitas dari hasil lelang di beberapa cabang, salah satunya di Pegadaian Cabang Medan Petisah. Dari hasil lelang itulah, akhirnya ia berhasil memiliki perhiasan berlian impiannya, sesuatu yang dulu hanya bisa ia bayangkan.
“Tidak pernah saya pikir saya bisa punya berlian. Tapi ternyata bisa, asal sabar dan tahu caranya,” ujarnya pelan.
Kini, koleksi perhiasannya cukup banyak. Setiap perhiasan memiliki cerita sendiri, ada yang dibeli dari hasil menabung, ada pula yang hasil menang lelang dengan harga di bawah pasar. Semua berawal dari keberanian kecil mencoba.
Ketika Hidup Tak Selalu Berkilau
Namun perjalanan Lina tidak selalu berwarna emas. Ada masa-masa sulit ketika ia harus menghadapi kebutuhan mendesak, terutama saat merenovasi rumah. Ia sempat mencoba mencari pinjaman ke bank, namun berbagai syarat yang rumit membuatnya menyerah.
“Saya sudah coba ke bank, tapi prosesnya lama dan banyak syarat. Akhirnya saya kembali ke Pegadaian, menggadaikan emas Antam saya,” kisahnya.
Di Pegadaian Cabang Medan Labuhan, ia diterima dengan penjelasan rinci mengenai sistem pembayaran, bunga, hingga pilihan jangka waktu pelunasan. Semuanya dijelaskan dengan sabar oleh petugas.
Pegadaian juga memberikan kemudahan dengan layanan pembayaran via mobile banking dan aplikasi Pegadaian Digital. Bagi Lina yang belum terlalu akrab dengan teknologi, sistem ini semula tampak rumit, namun ternyata sangat membantu.
“Saya tetap bisa bayar dari rumah, tidak perlu antre lagi. Ada juga notifikasi jatuh tempo, jadi saya tidak lupa bayar,” ujarnya.
Karena kedisiplinannya membayar tepat waktu, status Lina kini naik menjadi member platinum Pegadaian, sebuah penghargaan untuk nasabah loyal dengan rekam jejak baik.
Menyesal yang Berujung Pelajaran
Meski sudah banyak mendapat manfaat, Lina tak menampik ada sedikit penyesalan dalam perjalanan investasinya. Dulu, ketika harga emas belum setinggi sekarang, ia sempat menjual beberapa perhiasannya untuk kebutuhan mendadak.
“Kalau tahu harga emas melonjak seperti sekarang, pasti tidak saya jual. Mending saya gadai saja di Pegadaian. Bunganya rendah dan bisa ditebus kapan saja,” tuturnya.
Dari pengalaman itu, Lina belajar bahwa menggadaikan lebih baik daripada menjual. Pegadaian tidak hanya memberi pinjaman, tapi juga kesempatan untuk mempertahankan aset berharga sambil tetap mendapatkan dana tunai.
Bagi banyak orang, Pegadaian hanyalah lembaga keuangan biasa. Tapi bagi Lina, Pegadaian adalah jembatan menuju kemandirian. Ia kini sering berbagi cerita kepada teman-temannya tentang pengalaman berinvestasi dan manfaat menggadai dengan bijak.
“Saya sering bilang ke teman-teman, jangan takut datang ke Pegadaian. Pegadaian bukan tempat untuk orang yang susah saja, tapi juga tempat untuk orang yang ingin maju,” katanya.
Dalam situasi ekonomi yang sulit, Pegadaian hadir sebagai sahabat masyarakat. Dengan sistem yang mudah, bunga ringan, serta pilihan cicilan fleksibel, Pegadaian menjadi tempat aman bagi mereka yang ingin memulai investasi kecil-kecilan atau membutuhkan dana mendesak.
Kisah Lina hanyalah satu dari ribuan kisah lain di berbagai daerah di Indonesia. Pegadaian bukan sekadar lembaga keuangan, tetapi bagian dari perjalanan hidup banyak orang membantu mereka bertahan, tumbuh, dan bermimpi.
Kini, setiap kali Lina melihat deretan perhiasan dan emas batangan yang tersimpan rapi di rumahnya, ia tidak hanya melihat kilau logam mulia, tetapi juga kilau perjuangan. Dari seorang ibu rumah tangga biasa, ia belajar bagaimana mengelola keuangan, menabung dalam bentuk emas, dan memanfaatkan lembaga keuangan yang terpercaya.
“Kalau dulu saya cuma tahu menabung uang di celengan, sekarang saya tahu menabung bisa juga dalam bentuk emas. Bedanya, emas nilainya naik, dan Pegadaian bantu saya mewujudkannya,” ujar Lina menutup kisahnya.
Perjalanannya membuktikan satu hal sederhana. Kadang, keputusan kecil seperti menemani teman bisa mengubah arah hidup seseorang. Dan bagi Lina, perubahan itu berkilau seperti emas.