Medan, buanapagi.com – Meski hingga kini RSUD Pirngadi Medan masih kekurangan tenaga dokter spesialis dan subspesialis, pihak rumah sakit milik Pemko Medan tersebut justru dinilai lebih fokus pada pengembangan dan pembangunan fisik gedung.
Berdasarkan data Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Tahun Anggaran 2025, RSUD Pirngadi menerima anggaran sebesar Rp158 miliar. Namun, dari total tersebut, tidak ada alokasi khusus untuk penambahan tenaga dokter spesialis maupun subspesialis. Sebagian besar anggaran justru dialokasikan untuk kebutuhan kantor dan pengadaan alat-alat medis.
Hal itu dibenarkan oleh Anggota Komisi II DPRD Medan, Afif Abdillah, yang menyebut penggunaan anggaran RSUD Pirngadi 2025 lebih banyak diarahkan untuk rehabilitasi fisik gedung dan belanja perlengkapan medis serta mobiler rumah sakit.
“Memang ada beberapa proyek yang akan dibangun, seperti radio terapi yang membutuhkan bunker nuklir di bawah tanah. Tapi terkait pembangunan ini, kami arahkan agar bisa bekerjasama dengan pihak swasta karena status RSUD Pirngadi sudah BLUD (Badan Layanan Umum Daerah),” jelas Afif yang juga Ketua Fraksi NasDem DPRD Medan, Minggu (5/10/2025).
Ia menambahkan, sebagian anggaran juga akan digunakan untuk memperbaiki sistem pendingin ruangan (AC) dan menyelesaikan persoalan mekanikal-elektrikal di rumah sakit. “Untuk penambahan gedung baru tidak ada, hanya optimalisasi gedung yang sudah ada,” ujarnya.
Namun, Afif menilai pihak RSUD Pirngadi seharusnya lebih memprioritaskan penambahan dokter spesialis, mengingat kebutuhan tenaga medis di sejumlah bidang masih minim.
“Misalnya dokter spesialis hematologi itu sangat sedikit. Harusnya Pirngadi bisa lebih kompetitif dalam merekrut dokter-dokter bagus, karena dokter juga mempertimbangkan kepastian pasien dan kesejahteraan,” kata Ketua Bapemperda DPRD Medan tersebut.
Afif mengungkapkan, dalam pembicaraan terakhir dengan manajemen RSUD Pirngadi, disebutkan bahwa jumlah dokter PNS memang terbatas. Namun, ia menilai rumah sakit perlu memiliki konsep dan regulasi internal yang jelas dalam perekrutan dokter non-PNS.
“Harus ada standar dan kriteria yang tertulis, agar perekrutan tidak sembarangan. Misalnya mempertimbangkan pengalaman atau kompetensi dokter baru yang lebih up to date. Kalau kriteria tidak jelas, nanti siapa pun bisa direkrut tanpa ukuran kualitas,” tegasnya.
Menurut Afif, salah satu penyebab lambatnya perekrutan dokter adalah keterbatasan anggaran. Namun, DPRD Medan meminta agar RSUD Pirngadi menyusun perencanaan bisnis dan kebutuhan tenaga medis secara terukur, agar dapat dipertimbangkan untuk penambahan dana di masa mendatang.
“Kalau rencana bisnisnya belum jelas, kami sulit menambah anggaran. Harus ada proyeksi, misalnya jika merekrut dokter A, berapa kasus yang bisa ditangani dan berapa potensi pemasukan rumah sakit. Itu dasar pengajuan anggaran,” pungkasnya.
Saat ini, beberapa subspesialis yang belum tersedia di RSUD Pirngadi antara lain dokter endokrin (penyakit diabetes), gastroenterologi (pencernaan), konsultan ginjal dan hipertensi (KGEH), serta spesialis jantung intervensi.(bp1)