Langkat, buanapagi.com – Konflik agraria antara masyarakat Desa Sumber Jaya, Kecamatan Sirapit, Kabupaten Langkat, dengan PT. Amal Tani semakin memanas. Perusahaan perkebunan kelapa sawit ini diduga telah menguasai secara ilegal 50 hektare lahan di luar Hak Guna Usaha (HGU) mereka. Masyarakat menegaskan bahwa lahan tersebut adalah hak sah mereka berdasarkan dokumen kepemilikan yang diterbitkan sejak tahun 1979.
Tak hanya itu, PT. Amal Tani juga dituding belum memenuhi kewajibannya membangun kebun masyarakat seluas 400 hektare sebagaimana yang diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2014 tentang Perkebunan.
Kuasa hukum warga, Amrullah Lubis SH MKn dan Ariansyah Putra SH dari Kantor Hukum Lubis Ariansyah & Associates, telah melayangkan somasi kepada PT. Amal Tani. Mereka menegaskan bahwa perusahaan ini telah melakukan berbagai pelanggaran, termasuk menguasai lahan secara ilegal sejak 1982, menanam kelapa sawit di luar batas HGU berdasarkan hasil pengukuran ulang Badan Pertanahan Nasional (BPN), serta mengabaikan kewajiban sosial kepada masyarakat.
Pasal 47 dan 105 UU Perkebunan, dengan ancaman hukuman penjara hingga lima tahun dan denda maksimal Rp10 miliar bagi pihak yang menggarap lahan tanpa izin.
Pasal 55 dan 107 UU Perkebunan, yang mengatur hukuman empat tahun penjara dan denda Rp4 miliar bagi perusahaan yang menguasai tanah masyarakat secara ilegal.
Pasal 58 UU Perkebunan, yang mewajibkan perusahaan perkebunan menyediakan 20% dari total HGU untuk kebun masyarakat, kewajiban yang hingga kini belum dipenuhi PT. Amal Tani.
Selain itu, PT. Amal Tani juga diduga tidak memiliki izin lingkungan untuk lahan yang mereka garap di luar HGU. Jika terbukti, ini melanggar Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, yang dapat dikenakan sanksi pidana hingga tiga tahun penjara dan denda maksimal Rp3 miliar.
Atas berbagai pelanggaran ini, masyarakat Desa Sumber Jaya memberikan batas waktu tiga hari bagi PT. Amal Tani untuk mengembalikan lahan seluas 50 hektare yang mereka klaim sebagai hak milik warga serta memfasilitasi pembangunan kebun masyarakat seluas 400 hektare. Jika dalam waktu yang ditentukan tidak ada itikad baik dari perusahaan, warga siap mengambil tindakan tegas dengan menduduki kembali lahan mereka, memasang patok batas, papan pengumuman kepemilikan tanah, serta mendirikan pos penjagaan guna mencegah upaya penguasaan ilegal lebih lanjut.
Selain menuntut pengembalian lahan, masyarakat juga mendesak Komisi ISPO (Indonesian Sustainable Palm Oil) untuk mencabut sertifikasi ISPO PT. Amal Tani yang saat ini masih berlaku hingga 29 November 2027. Mereka menilai perusahaan ini tidak memenuhi prinsip keberlanjutan yang menjadi syarat utama sertifikasi tersebut.
“Kami meminta pemerintah dan aparat hukum menindak tegas PT. Amal Tani sesuai dengan hukum yang berlaku. Negara tidak boleh kalah dengan perusahaan yang merampas hak masyarakat,” ujar Parno, salah satu warga Desa Sumber Jaya, Rabu (26/3/2025).
Kasus ini kini menjadi perhatian serius bagi pemerintah dan aparat penegak hukum. Jika tidak ada tindakan konkret, masyarakat berencana turun langsung untuk merebut kembali hak mereka yang telah dirampas selama puluhan tahun.
Masyarakat Sumber Jaya kini menunggu keputusan pemerintah terkait sengketa lahan ini. Mereka berharap kebijakan yang diambil dapat mengembalikan hak atas tanah kepada warga, sehingga dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan kesejahteraan dan ekonomi daerah.
“Jangan biarkan lahan kami dikuasai PT. Amal Tani. Kembalikan kepada masyarakat agar mereka bisa hidup lebih sejahtera,” pungkas Parno. (Lala)