Advetorial

Ditjen PPTR Kementerian ATR/BPN Gelar Penandatanganan Berita Acara Verifikasi Penanganan IPPR Bersama 11 Kabupaten/Kota 

Jakarta, buanapagi.com – Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) melalui Direktorat Jenderal Pengendalian dan Penertiban Tanah dan Ruang (PPTR) menyelenggarakan Penandatanganan Berita Acara Verifikasi Penanganan Indikasi Pelanggaran Pemanfaatan Ruang (IPPR) dalam rangka Revisi Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) dan Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) pada Jumat, (19/12/2025) di Ruang Rapat Prambanan Gedung Kementerian ATR/BPN, Jakarta.

Kegiatan ini dihadiri 6 Bupati dan Walikota serta perwakilan 5 kabupaten/kota, yakni Wali Kota Padang Panjang, Hendri Arnis; Wali Kota Payakumbuh, Zulmaeta; Bupati Labuhanbatu Selatan, Fery Sahputra Simatupang; Wali Kota Pagar Alam, Ludi Oliansyah; Wakil Bupati Labuhanbatu Utara, Samsul Tanjung; Bupati Kudus, Sam’ani Intakoris; Sekretaris Daerah Kabupaten Tanggamus, Suaidi; Sekretaris Daerah Kabupaten Kerinci, Zainal Efendi; Sekretaris Daerah Kabupaten Purwakarta, Sri Jaya Midan; Sekretaris Daerah Kabupaten Sintang, Kartiyus; serta Asisten Daerah I Bidang Pemerintahan dan Kesejahteraan Rakyat Kabupaten Malinau, Kamran Daik.

Direktur Jenderal PPTR, Jonahar, dalam sambutannya menyampaikan apresiasi kepada seluruh kepala daerah dan jajaran yang hadir. Ia menegaskan bahwa penandatanganan Berita Acara Verifikasi Penanganan IPPR merupakan amanat regulasi dan bagian dari mekanisme pengendalian pemanfaatan ruang untuk memastikan bahwa proses revisi RTRW tidak dijadikan sebagai sarana pemutihan terhadap pelanggaran pemanfaatan ruang.

“Penandatanganan Berita Acara ini merupakan rangkaian penting dalam penyelenggaraan penataan ruang sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 dan Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2021. Mekanisme ini memastikan bahwa tidak terjadi pemutihan terhadap pelanggaran pemanfaatan ruang dalam proses revisi dan penyusunan RTR,” tegas Jonahar.

Pada kesempatan tersebut, Jonahar juga menyampaikan duka cita atas musibah yang terjadi di wilayah Sumatera Utara dan Aceh. Ia mengajak seluruh peserta untuk memperkuat komitmen dalam menciptakan ruang yang aman, nyaman, produktif, dan berkelanjutan. Menurutnya, percepatan investasi melalui kemudahan perizinan berpotensi menimbulkan pelanggaran pemanfaatan ruang apabila tidak diimbangi dengan pengendalian yang kuat.

“Di era kemudahan perizinan, salah satu efek samping yang berpotensi terjadi yaitu pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang. Oleh karena itu, pemerintah daerah harus siap melakukan pengendalian dan penertiban agar rencana tata ruang yang telah ditetapkan benar-benar terwujud,” ujarnya.

Jonahar juga mendorong pemerintah provinsi dan kabupaten/kota untuk membangun ekosistem pengendalian pemanfaatan ruang melalui pembinaan, supervisi, dan konsultasi yang berkelanjutan. Ia berharap proses verifikasi penanganan IPPR dapat menjadi titik awal penguatan instrumen pengawasan dan penegakan aturan penataan ruang di daerah.

Sementara itu, Direktur Penertiban Pemanfaatan Ruang, Agus Sutanto dalam paparannya menekankan bahwa pengendalian dan penertiban pemanfaatan ruang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari proses revisi RTRW dan penyusunan RDTR. Ia menyebut perencanaan tata ruang sebagai ‘mimpi kolektif’ yang disusun untuk mengakomodasi kepentingan berbagai pihak, sehingga setiap ketidaksesuaian pemanfaatan ruang berpotensi mencederai arah pembangunan yang telah disepakati.

Agus menegaskan bahwa pengendalian pemanfaatan ruang yang efektif juga memiliki peran strategis dalam menurunkan risiko bencana, antara lain melalui (a) pencegahan berkembangnya hunian dan aktivitas di kawasan rawan bencana, (b) penertiban pelanggaran pemanfaatan ruang yang menimbulkan atau meningkatkan potensi bahaya, serta (c) pengamanan jalur evakuasi bencana agar tetap berfungsi sesuai peruntukannya.

“Pengendalian pemanfaatan ruang yang efektif dapat menurunkan risiko bencana melalui pencegahan berkembangnya hunian dan kegiatan di kawasan rawan bencana, penertiban pelanggaran yang menimbulkan atau meningkatkan bahaya, serta pengamanan jalur evakuasi bencana,” kata Agus

Ia juga menjelaskan bahwa penertiban merupakan bagian dari pengendalian pemanfaatan ruang yang mencakup penilaian pelaksanaan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang (KKPR), pemberian insentif dan disinsentif, hingga pengenaan sanksi administratif dan pidana. Ia mengungkapkan bahwa di era sistem perizinan berusaha terintegrasi secara elektronik, tingkat ketidaksesuaian pemanfaatan ruang masih cukup tinggi, terutama pada pelaku usaha mikro dan kecil.

Dalam konteks penanganan IPPR, Agus menegaskan bahwa pemerintah daerah wajib menangani IPPR dengan melakukan inventarisasi, verifikasi lapangan, penetapan pelanggaran, serta pengenaan sanksi administratif sebelum suatu pelanggaran dapat diakomodir dalam proses revisi RTRW. “Revisi RTRW tidak boleh dijadikan ajang pemutihan. Pelanggaran hanya dapat diakomodir apabila telah dikenai sanksi sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan,” tegasnya.

Acara ditutup dengan penandatanganan Berita Acara Verifikasi Penanganan IPPR oleh seluruh kepala daerah dan jajaran Ditjen PPTR. Dokumen ini menjadi prasyarat penting sebelum revisi RTRW dan penyusunan RDTR dilanjutkan ke tahapan berikutnya.

Melalui kegiatan ini, Kementerian ATR/BPN berharap integritas penataan ruang di daerah semakin kuat, revisi RTRW dan penyusunan RDTR dapat dilaksanakan tanpa mengakomodasi pelanggaran, serta menjadi fondasi bagi pembangunan wilayah yang aman, berkelanjutan, dan berpihak pada kepentingan publik.(bp/ril)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *