Jakarta, buanapagi.com – Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) melalui Direktorat Jenderal Pengendalian dan Penertiban Tanah dan Ruang (PPTR) melaksanakan Rapat Pertimbangan Teknis Tim Nasional dalam rangka pembahasan usulan penetapan dan pendayagunaan Tanah Cadangan Umum Negara (TCUN) hasil penetapan tanah terlantar di Provinsi Riau, Banten dan Bengkulu pada Senin, (15/12/2025) di Jakarta.
Rapat dipimpin langsung oleh Direktur Jenderal PPTR, Jonahar, dengan Direktur Penertiban Penguasaan, Pemilikan, dan Penggunaan Tanah, M. Shafik Ananta Inuman, sebagai moderator. Kegiatan ini dihadiri oleh jajaran unit eselon I di lingkungan Kementerian ATR/BPN, antara lain Direktorat Jenderal Penataan Agraria (Pentag), Direktorat Jenderal Pengadaan Tanah dan Pengembangan Pertanahan (PTPP), Direktorat Jenderal Penetapan Hak dan Pendaftaran Tanah (PHPT) serta Direktorat Jenderal Survey dan Pemetaan Pertanahan dan Ruang (SPPR).
Hadir secara langsung Kepala Kantor Wilayah BPN Provinsi Riau, Nurhadi Putra; Kepala Kantor Wilayah BPN Provinsi Bengkulu, Indera Imanuddin bersama jajaran yang mengikuti rapat secara daring; serta Kepala Bidang Pengendalian dan Penanganan Sengketa pada Kantor Wilayah BPN Provinsi Banten, Encep Mulya Nakhrowi, beserta jajaran yang hadir langsung.
Dirjen PPTR, Jonahar, menegaskan bahwa pendayagunaan TCUN bertujuan untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat. Menurutnya, sepanjang memenuhi ketentuan peraturan perundang-undangan, alokasi pendayagunaan TCUN dapat diberikan secara langsung kepada masyarakat, agar manfaatnya lebih tepat sasaran.
“Pendayagunaan Tanah Cadangan Umum Negara bertujuan untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat. Oleh karena itu, sepanjang memenuhi ketentuan peraturan perundang-undangan, alokasi pendayagunaan TCUN dapat diberikan secara langsung kepada masyarakat melalui Reforma Agraria sehingga manfaatnya dapat tepat sasaran,” ujar Jonahar.
Sementara itu, Direktur Penertiban Penguasaan, Pemilikan, dan Penggunaan Tanah, M. Shafik Ananta Inuman, menekankan bahwa Hak Guna Bangunan (HGB) pada prinsipnya diperuntukkan bagi kegiatan nonpertanian. Oleh karena itu, alokasi pendayagunaan TCUN perlu diarahkan pada kegiatan nonpertanian guna menghindari perubahan peruntukan lahan di masa mendatang.
“Pada prinsipnya, Hak Guna Bangunan (HGB) diperuntukkan bagi kegiatan nonpertanian. Dengan demikian, alokasi pendayagunaan TCUN yang berasal dari HGB sebaiknya tetap diarahkan pada peruntukan nonpertanian agar tidak menimbulkan perubahan peruntukan lahan di masa mendatang,” jelas Shafik.
Dalam rapat tersebut, Direktur Landreform, Ditjen Penataan Agraria, Rudi, juga menyampaikan pentingnya kehati-hatian dalam pelaksanaan Reforma Agraria. Ia
menjelaskan bahwa salah satu objek TCUN telah ditetapkan sebagai prioritas Reforma Agraria sehingga diperlukan koordinasi intensif dengan masyarakat dan para pemangku kepentingan untuk mencegah potensi konflik agraria.
Selain itu, Kasubdit Penertiban Penggunaan dan Pemanfaatan Tanah, Ditjen PPTR, Pramusinto, menambahkan bahwa pengalokasian pendayagunaan TCUN perlu mempertimbangkan kebijakan strategis nasional seperti Program 3 Juta Rumah, Ketahanan Pangan, Sekolah, dan Reforma Agraria.
Hasil rapat ini akan menjadi bahan pertimbangan Tim Nasional dalam memutuskan penetapan peruntukan pendayagunaan TCUN pada masing-masing objek yang diusulkan. Keputusan akhir akan mempertimbangkan aspek legalitas, validitas data lapangan, kesesuaian dengan rencana tata ruang, serta keberlanjutan pemanfaatan lahan bagi masyarakat, sebelum disampaikan kepada Menteri ATR/Kepala BPN untuk memperoleh arahan dan persetujuan lebih lanjut. (bp/ril)




