Medan, buanapagi.com – Dalam upaya membangun Sumatera Utara yang lebih maju dan berdaya, perubahan cara berpikir masyarakat menjadi fondasi yang tak kalah penting dibanding pembangunan fisik.
Pandangan inilah yang ditegaskan oleh Dr. H. Asren Nasution, M.A., Kepala Dinas Sosial Provinsi Sumatera Utara, saat berbicara di hadapan puluhan wartawan di Kantor Gubernur Sumut, Medan, Senin (13/10/2025). Dengan nada tegas dan reflektif, ia menyatakan bahwa miskin bukanlah takdir, melainkan cara berpikir.
Pernyataan tersebut bukan sekadar motivasi pribadi, melainkan seruan moral untuk menggugah kesadaran sosial masyarakat. Asren mengajak warga Sumatera Utara agar berani keluar dari pola pikir “tidak bisa” dan “sudah nasib”, menuju cara pandang baru yang menumbuhkan semangat berjuang, belajar, dan bangkit.
“Kalau miskin itu takdir, maka saya pun seharusnya miskin, karena kakek saya miskin dan orang tua saya miskin. Tapi tidak, karena orang tua saya berpikir maju, ia berhasil melepaskan saya dari belenggu miskin,” ujarnya didampingi para pejabat inti Dinsos.
Dari pernyataan ini tergambar jelas bahwa kemiskinan sejati bukan terletak pada isi dompet, melainkan pada pikiran yang menyerah. Perubahan sosial sejati dimulai dari revolusi cara berpikir. Orang yang mengubah pandangannya terhadap hidup sesungguhnya sedang menulis ulang nasibnya sendiri.
Sebagai pejabat publik, cara berpikir Asren Nasution mencerminkan kearifan seorang pemimpin sosial yang sederhana dalam konsep, namun kaya dalam makna. Ia memandang bahwa tugas Dinas Sosial bukan semata menyalurkan bantuan, tetapi membangkitkan kemandirian dan harga diri masyarakat.
Menurutnya, pemberdayaan manusia tidak dimulai dari bantuan materi, melainkan dari perubahan mindset — dari ketergantungan menuju kemandirian, dari kepasrahan menuju produktivitas.
Dalam konteks kepemimpinan Gubernur Sumatera Utara Bobby Nasution, cara berpikir ini menjadi sangat strategis. Bobby telah menegaskan pentingnya membangun manusia Sumut yang berdaya dan produktif sebagai inti dari pembangunan berkelanjutan.
Maka, dukungan dari pejabat seperti Asren Nasution yang berani meretas paradigma miskin menjadi kekuatan tersendiri dalam mempercepat perubahan sosial di daerah ini. Sinergi antara visi gubernur dan mentalitas kepala dinas menunjukkan bahwa pembangunan sosial bukan sekadar soal program, tetapi soal arah berpikir.
Karena ketika masyarakat sudah memiliki cara pandang yang benar — ingin maju, ingin mandiri, dan ingin kaya dalam karya — maka bantuan pemerintah akan menjadi bahan bakar kemajuan, bukan alat ketergantungan.
Pernyataan Asren Nasution juga menjadi ajakan moral bagi seluruh masyarakat Sumut: bahwa kemiskinan bukanlah warisan, melainkan tantangan yang bisa ditaklukkan dengan tekad dan pikiran.
“Paradigma miskin itu bukan takdir, bukan mindset, tetapi cara berpikir,” tegasnya.
Pesan itu sederhana, namun kuat. Ia ingin masyarakat mengubah pikiran “aku miskin” menjadi “aku bisa bangkit”. Ia ingin generasi muda Sumut tumbuh sebagai generasi unggul yang tidak dikurung oleh keterbatasan, tetapi digerakkan oleh keyakinan dan semangat untuk lebih hebat, lebih maju, dan lebih sejahtera.
Inilah hakikat pembangunan manusia: membangun pikiran sebelum membangun rumah. Sebab, bangsa yang pikirannya merdeka tidak akan takut miskin — dan tidak akan berhenti untuk maju. (bp3)