Langkat, buanapagi.com — Puluhan warga Desa Sumber Jaya, Kecamatan Sirapit, Kabupaten Langkat, menggelar aksi unjuk rasa di depan kantor DPRD Langkat pada Rabu (28/5/2025). Aksi ini merupakan bentuk protes terhadap PT. Amal Tani yang dituding telah menguasai lahan milik warga seluas 50 hektare secara ilegal selama lebih dari empat dekade.
Dengan membawa poster-poster tuntutan dan satu unit mobil komando, massa menyuarakan kekecewaan mereka. Salah satu poster yang dibentangkan berbunyi, “HUKUM Milik Siapa?”—sebuah pertanyaan tajam yang mencerminkan kegelisahan masyarakat atas kejelasan hukum terhadap hak atas tanah mereka.
Perwakilan warga, Parno, menyatakan bahwa keberadaan PT. Amal Tani selama 46 tahun terakhir justru telah merampas sumber penghidupan warga. “Mereka menghancurkan sumber hidup masyarakat Sumber Jaya,” ujarnya.
Menurut warga, lahan yang disengketakan merupakan tanah negara bebas yang telah dibuka dan dikuasai masyarakat sejak lama. Hal ini didukung oleh dokumen sah berupa Surat Keterangan Tanah (tahun 1979), Sertifikat Hak Milik (SHM) tahun 1986, serta surat resmi dari Kepala Sub Direktorat Agraria Langkat tahun 1980 yang menguatkan klaim warga atas kepemilikan tanah tersebut.
Kuasa hukum warga, Amrullah Lubis, SH, MKn, mengungkapkan bahwa hasil pengukuran ulang dari Badan Pertanahan Nasional (BPN) menunjukkan PT. Amal Tani telah menanam kelapa sawit di luar batas Hak Guna Usaha (HGU). Lebih lanjut, perusahaan tersebut disebut tidak memiliki legalitas berupa Izin Usaha Perkebunan (IUP) maupun izin lingkungan atas lahan tersebut.
“Berdasarkan Undang-Undang Nomor 51 Tahun 1960, pemerintah memiliki kewenangan untuk memerintahkan perusahaan mengosongkan lokasi yang berada di luar izin HGU,” jelas Amrullah.
Ia juga menegaskan bahwa berdasarkan asas superficies solo cedit dalam KUH Perdata, seluruh hasil tanaman yang tumbuh di atas tanah milik warga adalah milik warga itu sendiri, meskipun ditanam oleh pihak lain. Dengan demikian, PT. Amal Tani dinilai telah melakukan pelanggaran hukum berat.
Selain itu, berdasarkan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2014 tentang Perkebunan, PT. Amal Tani diduga kuat telah melanggar Pasal 55 dan 107 karena menguasai tanah tanpa dasar hak dan melakukan budidaya tanpa IUP. Tak hanya itu, perusahaan tersebut juga diduga melanggar UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup karena menjalankan usaha tanpa izin lingkungan.
“Ini bukan lagi persoalan konflik agraria atau sengketa, melainkan pelanggaran hukum oleh perusahaan yang harus segera ditindak. Masyarakat bukan pencuri, justru PT. Amal Tani yang telah menggarap tanah rakyat secara ilegal,” tegas Amrullah.
Dalam aksi tersebut, masyarakat menyampaikan empat tuntutan utama:
1. Mengembalikan tanah seluas 50 hektare yang berada di luar HGU kepada pemilik sah.
2. Mengevaluasi dan mencabut izin HGU PT. Amal Tani.
3. Menghentikan segala bentuk kriminalisasi terhadap warga yang memperjuangkan haknya.
4. Melibatkan masyarakat dalam proses penyelesaian konflik agraria secara adil dan bermartabat.
Masyarakat berharap aparat penegak hukum, BPN, serta instansi terkait dapat bersikap adil, objektif, dan berpihak pada kebenaran. “Kami hanya menuntut hak kami yang sah secara hukum dan konstitusi,” ungkap salah satu warga kepada awak media.(lala)