Medan, buanapagi.com — Dalam rangka menyambut Bulan Literasi Keuangan 2025, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Provinsi Sumatera Utara (Sumut) menggelar kegiatan bersama media partner dengan tema “Menjaga Momentum Pertumbuhan Ekonomi melalui Literasi dan Inklusi Keuangan”. Acara yang berlangsung, Selasa (27/5/2025) sekaligus menjadi ajang pemaparan mengenai perkembangan sektor jasa keuangan dan kontribusinya terhadap perekonomian di Sumatera Utara.
Kepala OJK Provinsi Sumut Khoirul Muttaqien, menyampaikan bahwa pertumbuhan ekonomi Sumut per kuartal terakhir tercatat sebesar 4,67 persen yoy mengalami penurunan dibandingkan periode sebelumnya dan masih berada di bawah rata-rata nasional. Ia menjelaskan, penurunan tersebut dipengaruhi oleh berkurangnya kegiatan event besar di daerah serta efisiensi belanja pemerintah daerah.
“Pertumbuhan ekonomi masih ditopang oleh ekspor, khususnya komoditas unggulan seperti sawit, kopi, teh, rempah-rempah, serta produk kayu dan kimia. Volume ekspor meningkat 13,88 persen secara tahunan,” ujar
Khoirul Muttaqien.
Konsumsi rumah tangga juga mencatat pertumbuhan berkat momentum hari besar seperti Natal dan Idul Fitri serta program diskon tarif listrik. Sementara konsumsi pemerintah hanya tumbuh 1,23 persen, menunjukkan perlambatan belanja negara.
Sektor transportasi menjadi penyumbang pertumbuhan tertinggi dalam kategori lapangan usaha, yakni sebesar 12,13 persen, disusul sektor pertanian yang tumbuh 4,7 persen dan tetap menjadi kontributor utama Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Sumut dengan porsi 25,86 persen.
Khoirul juga menekankan bahwa OJK mendukung pengembangan sektor pertanian dan perkebunan, terutama sawit dan jagung, melalui berbagai inisiatif pembiayaan dan dukungan kelembagaan seiring penerapan Undang-Undang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (P2SK).
Secara umum, sektor jasa keuangan di Sumatera Utara menunjukkan ketahanan yang baik. Rasio kecukupan likuiditas industri perbankan tetap kuat, dengan alat likuid terhadap dana pihak ketiga mencapai 23,13 persen. Capital Adequacy Ratio (CAR) perbankan juga berada pada level aman, dengan bank umum mencatat CAR sebesar 29,73 persen dan BPR/BPRS sebesar 29,93 persen.
Namun,katanya, Non Performing Loan (NPL) di segmen BPR meningkat 48 basis poin. Khoirul Muttaqien mengakui bahwa NPL di sektor ini cenderung lebih tinggi dibandingkan bank umum, namun masih dalam batas aman. Konsolidasi BPR menjadi salah satu strategi OJK untuk meningkatkan efisiensi dan penguatan tata kelola.
Kredit perbankan di Sumut tumbuh signifikan sebesar 13,7 persen, pertumbuhan tertinggi dalam lima tahun terakhir. Kredit produktif masih mendominasi dengan porsi 70 persen, terutama untuk modal kerja dan investasi di sektor perkebunan dan industri pengolahan. Kredit konsumtif juga tumbuh sebesar 12,75 persen, didorong oleh pinjaman multiguna dan pembiayaan rumah tinggal.
“Sementara itu, sektor Industri Keuangan Non-Bank (IKNB) juga mencatat pertumbuhan positif. Piutang perusahaan pembiayaan (leasing) naik 3,07 persen, dengan komposisi dominan pada pembiayaan multiguna (55,53 persen). Modal Ventura juga menunjukkan pertumbuhan tahunan sebesar 21,7 persen”, terangnya.
Di sisi lain, OJK terus memantau keberadaan pegadaian swasta. Hingga kini, terdapat 25 gadai swasta terdaftar dengan total pinjaman sekitar Rp570 miliar, sementara PT Pegadaian mencatatkan pinjaman sebesar Rp5,12 triliun. OJK memberikan masa transisi hingga Januari 2026 bagi lembaga gadai yang belum berizin untuk segera mengajukan legalitas.
Sementara itu, lanjutnya, untuk asuransi jiwa, premi yang dibukukan mencapai Rp2,7 triliun, tumbuh 34,98 persen secara tahunan. Sementara klaim juga naik 17 persen. Tren serupa terlihat pada asuransi umum, yang mencatat peningkatan klaim sebesar 1,92 persen.
Pada sektor pasar modal, jumlah investor Sumatera Utara (SID) terus meningkat dengan pertumbuhan sebesar 9,82 persen. Selain masyarakat umum, pemerintah daerah juga mulai aktif berpartisipasi dalam investasi pasar modal.
Khoirul Muttaqien menegaskan, bahwa seluruh perkembangan ini menjadi momentum penting untuk terus mendorong literasi dan inklusi keuangan di daerah.
“Kami ingin sektor jasa keuangan bisa dirasakan manfaatnya oleh seluruh lapisan masyarakat. Dengan begitu, pertumbuhan ekonomi tidak hanya inklusif tetapi juga berkelanjutan,” ujarnya.(bp1)