Ekonomi

Diluar Dugaan Sumut Deflasi, Daya Beli Masyarakat Kian Terpukul

Medan, buanapagi.com – Sumut kembali membukukan deflasi sebesar 0.14% secara bulanan atau month to month (MTM). Deflasi Sumut pada bulan Agustus membuat laju tekanan inflasi di Sumut secara tahunan turun menjadi 1.86% secara year on year, dan hanya sebesar 0.67% di tahun berjalan atau year to date. Padahal saya memproyeksikan Sumut kembali berpeluang deflasi pada bulan September, dan hanya inflasi tipis pada bulan Agustus kemarin.

Jika deflasi yang terjadi di Sumut disimpulkan sebagai tanda terjadi penurunan daya beli, maka saya setuju. Dari hasil observasi yang saya lakukan, terjadi pelemahan demand atau permintaan yang membuat sejumlah harga komoditas pangan mengalami penurunan. Dan ada selisih harga (gap) yang terlalu lebar untuk satu jenis komoditas yang sama yang dijual diwilayah yang sama.

“Sebagai contoh, sejumlah pedagang besar ayam potong yang saya observasi mengalami rata-rata penurunan penjualan 15% selama tahun berjalan. Dan penurunan permintaan tersebut juga diikuti dengan penurunan harga daging ayam. Sebagai contoh, harga daging ayam turun dari 27 – 30 ribu (dua bulan pertama 2024) ke 20 ribu per Kg saat ini, justru penjualannya malah ikut anjlok”, ujar Ketua Pemantau Pangan Sumut, Senin (2/9/2024).

Seharusnya, lanjutnya, konsumen membeli lebih banyak daging ayam saat harganya relatif murah. Namun yang terjadi justru sebaliknya. Dan kemarin yang terjadi adalah saat harga cabai di Sumut sempat naik sesaat di bulan Agustus. Terjadi permintaan cabai merah dari wilayah Riau dan sekitarnya ke Sumut. Angkanya cukup signifikan, namun nyatanya tidak membuat lompatan harga yang fantastis. Harga cabai di Sumut sempat naik dikisaran 40 ribuan per Kg.

Dan pada hari ini sudah turun lagi menjadi 23 ribuan per Kg. Penurunan konsumsi ini membuktikan bahwa belanja masyarakat kian defensif. Hal yang sama juga terlihat dari penjualan pakaian baru sejak pandemi covid 19. Sampai hari ini, penjualan pakaian masih jauh dibawah normal, banyak klaim pedagang mengalami penurunan omset rill hingga 30% dibandingkan masa sebelum 2020.

“Indikator pelemahan daya beli jika dilihat dari belanja kebutuhan sandagng sebenarnya terlihat di masa pandemi 2020. Namun penjualan sempat membaik di tahun 2022, turun lagi di 2023 dan belum juga kembali normal di tahun 2024. Jadi indicator melemahnya daya beli lebih awal bisa dilihat dari penurunan penjualan pakaian. Dan belakangan sudah merembet ke penurunan konsumsi untuk sejumlah komoditas pangan”, pungkasnya. (bp/r)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *