Medan, buanapagi.com – Ratusan perwakilan warga masyarakat Kabupaten Toba, Kabupaten Samosir , Simalungun dan Kabupaten Tapanuli Utara yang berada di wilayah hutan lahan produksi PT. Toba Pulp Lestari (TPL) melakukan aksi unjuk rasa di depan kantor DPRD Provinsi Sumatera Utara, Jalan Imam Bonjol kota Medan , Kamis (19/4/2024).
Kedatangan seratusan warga dari Kabupaten Toba, Samosir, Simalungun dan Taput ini ingin menyampaikan aspirasi mereka terkait operasional PT. TPL yang telah melakukan perambahan hutan puluhan tahun di wilayah Kawasan Danau Toba yang telah menyebabkan longsor, banjir dan kerusakan hutan sehingga mengancam keberadaan warga masyarakat sekitar dan juga masyarakat adat di provinsi Sumatera Utara.
Sehingga mereka menuntut agar PT TPL segera ditutup karena merugikan masyarakat sekitar seperti hak ulayat tanah adat.
Ketua Aliansi Gerakan Rakyat Tutup TPL , Anggiat Sinaga dalam orasinya di depan puluhan aparat kepolisian mengatakan kehadiran mereka untuk bertemu pimpinan dan anggota DPRD Sumut yang membidangi tanah dan hukum , agar aspirasi mereka dapat diperhatikan.
“Kami jauh jauh datang dari Toba hanya untuk mengadukan nasib kami yang selama ini tertindas dan terintimidasi ternasuk salah satu orang tua kami amang Sormatua Sialagan . Kami ingin dia dibebaskan dan bukan penangguhan penahan oleh pihak kepolisian, ” tegas Anggiat.
Dijelaskan lagi, saat ini sangat banyak pohon pohon ekaliptus ditanam oleh PT TPL yang sangat berdampak terhadap ekosistem di wilayah tanah Batak.
“Kami sering diintimidasi oleh aparat kepolisian yang diduga disuruh oleh PT. TPL padahal kami bekerja di lahan milik orang tua atau keluarga kami sejak dulu. Anggota DPRD kami sudah pernah datang ke lokasi. Kami hanya ingin menemui bapak. Kami masyarakat adat menuntut keadilan, tanah kami diambil oleh PT. TPL ,” teriak Anggiat .
Disebutkan setelah tanah adat dirampas, hutan – hutan ditebangi dan sumber air bersih terpengaruh. Dan bencana alam menghantui. PT. TPL telah menjadi ketidakadilan bagi masyarakat adat, menyisakan luka yang menyakitkan terhadap identitas dan budaya lokal, ” ujar Anggiat lagi.
Bahkan, lanjutnya, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Siti Nurbaya Bakar pada tahun 2021 di Parapat saat bertemu dengan masyarakat adat telah mengeluarkan rekomendasi penyelesaian konflik masyarakat adat dengan PT. Toba Pulp Lestari. Namun sampai saat ini tidak ada tindakan serius dari pemerintah dalam mengakui dan melindungi masyarakat adat.
“Sebagai reaksi terhadap situasi ini, kami menyuarakan keprihatinan dan kepedulian yang mendalam atas kesulitan yang dialami oleh masyarakat adat , ” tegasnya.
Hal tersebut disambut dengan teriakan peserta aksi lainnya. “Tanah kami yang merupakan tanah adat diambil perusahaan TPL. Tutup TPL.. Tutup TPL…, “teriak seorang perwakilan pendemo.
Disebut para pendemo lagi, kehadiran PT. TPL selama 30 tahun di tanah Batak telah merampas hak masyarakat adat, menghancurkan sumber sumber hidup masyarakat adat dan hutan yang kemudian diganti menjadi tanaman eukaliptus yang tidak ada manfaatnya bagi warga masyarakat
Terkait hal di atas wakil rakyat DPRD Sumut , Irwan Simamora dari partai Hanura dan Yahdi Khoir dari partai PAN menyambut baik aspirasi yang disampaikan peserta aksi.
Disebutkan kami akan mendengarkan aspirasi yang disampaikan masyarakat di kawasan danau toba tersebut. Mereka akan membawa persoalan tersebut ke pimpinan dan rapat DPRD sebagai hal yang penting.
“Karena menyangkut harkat masyarakat ini akan kami bawa ke dalam rapat agar dijadikan prioritas, ” kata Irwan Simamora.
Lebih jauh anggota dewan dari dapil 9 yang terpilih kembali menyebutkan undang- undang mengenai hak perlindungan masyarakat adat masih rancangan undang-undang dan sudah masuk Prolegnas.
“Kami DPRD Sumut akan mendesak Pansus terkait Undang Undang ini agar ada payung hukum nya. Kesewenang-wenangan yang terjadi karena belum ada payung hukumnya, ” ungkap Irwan.
Sementara anggota dewan lainnya , Yahdi Khoir menegaskan pada dasarnya DPRD Sumut sudah berinisiatif membuat UU hak masyarakat adat ada di Propemperda tahun 2022.
” Sudah kami bahas, kebetulan saya salah satu anggota yang ikut membahas. Namun karena UU nya belum selesai, maka pembahasan tentang perlindungan hak masyarakat adat masih proses di pusat, “ujar politisi dari PAN ini yang terpilih kembali ini..
Disebutkan mereka komisi B dan A akan melanjutkan rancangan UU tersebut di DPRD Provinsi Sumut.
“Oleh karena itu, mari kita bersabar karena ini dasar dari segalanya. Hak perlindungan masyarakat adat akan terlindungi jika Undang Undangnya telah ada , ” tegas Khoir.
Dia juga berjanji terkait masalah hukum yang dialami oleh warga bernama Sarmotua Sialagan akan menjadi atensi DPRD Sumut yang akan berkonsultasi dengan pihak aparat kepolisian.
“ Dalam hal ini perusahaan PT. TPL, kami tegaskan jangan ada pengingkaran terhadap masyarakat adat . Kepada Gubsu Pemkab dan Pemerintah pusat terkait masyarakat hukum adat akan menjadi prioritas kami. Kami akan tetap berada di tengah-tengah masyarakat, “tegas Yahdi Khoir disambut sorak riang para pendemo.
Aksi unjuk rasa berakhir dengan aman dengan makan siang bersama bekal yang dibawa pengunjuk rasa dari kampungnya walau sempat terjadi dorong-dorongan dan goyang- goyang pagar. (ndo)