Medan, buanapagi.com – Bank Indonesia terus memperluas kegunaan transaksi pembayaran QRIS lintas negara. Kini, bank sentral Indonesia menyiapkan sistem dan infrastruktur QRIS lintas negara, yakni antar Indonesia dengan Malaysia.
Sebelumnya, BI telah melakukan proyek percontohan dengan negara Thailand untuk menerapkan QRIS lintas negara secara komersil penuh. Pembayaran berbasis kode QR antar negara ini dinilai lebih aman. Sebab, nasabah tidak perlu lagi membawa uang dalam jumlah banyak jika ke negeri orang, demikian dikatakan Kepala Perwakilan BI Provinsi Sumatera Utara Doddy Zulverdi pada bincang-bincang media (BBM), Selasa (25/10/2022).
“Berdasarkan capaian pengguna baru QRIS di Provinsi Sumatera Utara, hingga September 2022 telah terdapat 770 ribu tambahan pengguna baru QRIS di Sumatra Utara atau 78,60% dari target.”, ujar Doddy Zulverdi.
Peningkatan ini, lanjutnya, juga tercermin pada jumlah merchant QRIS di Sumatera Utara telah mencapai 911 ribu merchant atau tumbuh 96% (yoy) pada triwulan III 2022, dengan proporsi terbesar pada segmen mikro sebesar 65,87%. Secara spasial Jumlah merchant QRIS tertinggi berada di Kota Medan dengan total merchant yang mencapai 412 ribu.
“Pembayaran non tunai menjadi pelengkap pembayaran tunai yang beredar di masyarakat. Oleh karena itu, dalam mendukung dua kebijakan tersebut. KPwBI Prov. Sumut melakukan sinergi sosialisasi dan edukasi sistem keuangan digital QRIS sejalan dengan menumbuhkan rasa
cinta, bangga, paham pada rupiah”, katanya.
Sementara itu, optimisme pemulihan ekonomi nasional terus berlanjut dan ditunjukkan dengan pertumbuhan ekonomi yang mampu menyentuh angka 4,5-5,3 % (yoy) sekaligus mencatatkan pertumbuhan di atas 5% selama tiga triwulan berturut-turut. Meski saat ini masih dibayangi dengan ketidakpastian global, perekonomian Indonesia tetap mampu tumbuh impresif dan resilien. Seiring dengan hal tersebut, pengendalian realisasi inflasi tahun ini juga telah memperlihatkan hasil yang baik melalui berbagai upaya pemerintah bekerjasama dengan berbagai stakeholders.
Perbaikan tersebut ditopang oleh peningkatan konsumsi swasta, tetap kuatnya ekspor, serta daya beli masyarakat yang masih terjaga di tengah kenaikan inflasi.
“Berbagai indikator pada bulan September 2022 dan hasil survei Bank Indonesia terakhir, seperti keyakinan konsumen, penjualan eceran dan Purchasing Manager’s Index (PMI) Manufaktur mengindikasikan tetap berlangsungnya proses pemulihan ekonomi domestik. Dari sisi eksternal, kinerja ekspor diprakirakan tetap kuat, khususnya batu bara, CPO, serta besi dan baja seiring dengan permintaan beberapa mitra dagang utama yang masih kuat, dan kebijakan pemerintah untuk mendorong ekspor CPO”, ujar Doddy.
Sementara itu, lanjutnya, inflasi Indonesia pada September 2022 tercatat sebesar 5,95% (yoy), lebih tinggi dibandingkan dengan inflasi pada bulan sebelumnya sebesar 4,69% (yoy) didorong oleh penyesuaian harga Bahan Bakar Minyak (BBM). Keberhasilan menekan angka inflasi volatile food (VF) menjadi salah satu faktor penurunan tingkat inflasi.
Inflasi VF terkendali sebesar 9,02% (yoy) sejalan dengan sinergi dan koordinasi kebijakan yang erat melalui TPIP-TPID dan GNPIP dalam mendorong ketersediaan pasokan, kelancaran distribusi, kestabilan harga, dan komunikasi efektif. Kenaikan inflasi AP juga tidak setinggi yang diprakirakan yaitu sebesar 13,28% (yoy) sejalan dengan penyesuaian harga BBM dan tarif angkutan yang lebih rendah. Sementara itu, inflasi inti tetap terjaga rendah sebesar 3,21% (yoy) sejalan dengan lebih rendahnya dampak rambatan penyesuaian harga BBM dan belum kuatnya tekanan inflasi dari sisi permintaan.
“Pasca kenaikan harga BBM, sejumlah komoditas pangan di Sumatera Utara seperti aneka cabai dan bawang merah mengalami kenaikan harga, walaupun saat ini pergerakan harga komoditas tersebut cenderung menurun dan stabil. Sedangkan, harga komoditas yang perlu mendapat perhatian khusus yakni adalah harga beras yang masih dalam tren meningkat”, katanya.
Dikatakannya, peningkatan harga beras disebabkan oleh kenaikan harga gabah di tengah panen yang tidak optimal, dan meningkatnya biaya angkut komoditas pangan akibat penyesuaian harga BBM. Dan Inflasi Sumut lebih tinggi tertahan oleh deflasi komoditas hortikultura dan angkutan udara.
Disebutkannya, Bank Indonesia (BI) resmi menaikkan suku bunga acuan BI 7-Day Reverse Repo Rate sebesar 50 basis poin (bps) menjadi 4,75 persen pada Kamis (20/10) lalu. Suku bunga deposit facility juga naik sebesar 50 bps menjadi 4 persen dan suku bunga lending facility naik sebesar 50 bps menjadi 5,50 persen.
Dody menyatakan, keputusan kenaikan suku bunga tersebut sebagai langkah front loaded, pre-emptive dan forward looking untuk menurunkan ekspektasi inflasi yang saat ini terlalu tinggi (overshooting).
“Juga untuk memastikan inflasi inti ke depan kembali ke dalam sasaran 3±1% lebih awal yaitu di paruh pertama 2023, serta memperkuat kebijakan stabilisasi nilai tukar rupiah agar sejalan dengan nilai fundamentalnya akibat semakin kuatnya mata uang dolar AS dan tingginya ketidakpastian pasar keuangan global, di tengah peningkatan permintaan ekonomi domestik yang tetap kuat,” pungkasnya.(bp1)