Asahan, buanapagi.com – Sebanyak Ratusan masyarakat petani yang berada di Desa Sei Silau Barat dan Desa Urung Pane Kecamatan Setia Janji, berharap kepada Balai Wilayah Sungai Sumatera (BWSS) III agar segera merealisasikan kompensasi ganti untung dibayarkan terhadap lahan yang terkena pembangunan saluran suplesi proyek bendung Sei Silau Kabupaten Asahan Sumatera Utara. .
“Sampai saat ini, kami masih terus berharap ganti untung yang dijanjikan mulai tahun 2017,” ungkap beberapa orang masyarakat yang ditemui sejumlah wartawan di Desa Sei Silau Barat, Sabtu (12/03/2022).
Bahrum, Untung, dan sejumlah petani lainnya, mengakui mereka tidak mengetahui kenapa sampai saat ini ganti untung yang dijanjinkan itu belum terealisasi. “Semua dokumen yang dipersyaratkan sudah diserahkan,” ungkap mereka lagi sambil menunjukkan angka-angka yang bakal diterima mereka mulai dari Rp 30 juta hingga seratusan juta.
Bahkan Kantor Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kabupaten Asahan pernah mengundang mereka tepatnya pada 7 Desember 2017, pernah mengundang mereka ke Balai Desa Sei Silau Barat guna pemberitahauan secara langsung Pelaksanaan Musyawarah Penetapan Bentuk Ganti Kerugian Pengadaan Tanah untuk Pembangunan Bendung dan Saluran Suplesi Daerah Irigasi Sei Silau Kabupaten Asahan Prov Sumatera Utara.
“Kami semua hadir, dan membawa semua persyaratan yang diinginkan,” ungkap Bahrum.
Pertemuan itu hanya menghasilkan kata-kata “Sabar”, hingga saat ini kata “Sabar” terus terucap baik dari pemerintahan Desa, pemerintahan Kecamatan dan juga pihak-pihak yang dianggap sebagai penyambung lidah. “Mulai tahun 2015 hingga saat ini, ketika disinggung mengenai lahan itu, terus dibilang sabar,” ugkap mereka.
Terakhir muncul surat daftar lokasi atau bidang yang belum dapat dibayarkan karena belum jelas pihak yang berhak. Ketika disinggung tentang daftar itu, para petani pun tidak mampu menjelaskan, perhal daftar tersebut.
Pihak BWSS II, beberapa waktu lalu ditemui sejumlah wartawan mengakui bahwa lebih kurang 2,8 km yang dilalui saluran Suplesi dalam proyek irigasi tersebut, masih menuai masalah yaitu di kawasan Parlakitangan atau wilayah masyarakat petani yang belum menerima ganti untung itu.
“Semua tahapan sudah dilalui, namun kami sangat khawatir tentang pemilik hak atas lahan tersebut,” ungkap salah seorang pejabat di BWSS yang ditemui wartawan di bangunan bendung.
Terkait dengan kepemilikan, para petani mengakui bahwa mereka telah mengusahai lahan ratusan hektar itu sejak tahun 1950. “Memang lahan ini berdampingan dengan HGU PTPN Nusantara III Kebun Sei Silau, namun ini di luar HGU,” ungkap mereka.
Selama ini, kata mereka tidak ada perselisihan sedikitpun dengan kebun atas penguasaan lahan yang dikelola mereka.
“Berpuluh-puluh tahun kami menguasai lahan ini, bahkan hampir seluruh masyarakat petani telah memiliki suratnya, meskipun itu SKT dari Kantor Camat,” ungkap mereka lagi, sembari mengatakan jika ini lahan HGU perkebunan, tentu akan terus terjadi perselisihan dan itu tidak ada. (bp/IZAL).